Allah yang mahakuasa dan kekal, kami berani memanggil Engkau Bapa. Kuatkanlah semangat kami sebagai PuteraMu, agar kami layak menerima warisan yang telah Kaujanjikan. Demi Yesus Kristus…..
Mendengar doa ini, perhatian saya langsung terarah pada kata-kata St. Paulus:
“ Kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa! Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia (Rom 8: 15)”.
Dan pada nasehat St. Yohanes mengenai hidup sebagai anak-anak Allah :
“Lihatlah betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak, akan tetapi kita tahu , bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaanNya yang sebenarnya. Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepadaNya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.” (1 Yoh 3: 1-3)
Doa pembukaan ini pertama-tama berbicara mengenai kami berani memanggil Engkau Bapa, dalam penjelasan St. Paulus kita membaca bahwa keberanian ini muncul karena pencurahan Roh yang mengangkat kita jadi anak Allah. Disini St. Paulus berbicara tentang pembaptisan, yang merupakan saat kita diangkat menjadi anak-anak Allah.
Walaupun dalam baptisan kita diangkat menjadi anak-anak Allah (kita menerima pengampunan dosa, digabungkan dengan Gereja, menerima pencurahan Roh, dst) namun kita masih hidup dalam dunia ini, atau dalam bahasa St. Yohanes “belum nyata keadaan kita kelak”. Dan didalam dunia kita masih mengalami berbagai pencobaan, baptis jelas tidak menghapuskan konkupisensi atau kecenderungan-kecenderungan manusiawi kita yang mengarah kepada kelemahan dan dosa. Dengan bantuan rahmat kita masih berjuang menghadapi semua itu dengan keyakinan “bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia”. Perjuangan ini seringkali tampak berat bagi kita sehingga kita pun merasa perlu untuk memohon dengan mendesak kepada Bapa kita kuatkanlah semangat kami sebagai PuteraMu.
Akhirnya kita berbicara tentang warisan. Baptisan mengangkat kita menjadi anak-anak Allah, dengan sendirinya ahli waris, dan kata St. Paulus ini berarti kita berhak menerima janji-janji Allah. Penerimaan warisan yang dijanjikan Allah ini merupakan akhir dari perjuangan hidup kita. Kata-kata Tuhan “mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan (Mat 25: 34)” atau gambaran-gambaran lain yang serupa dan terdapat di banyak bagian lain dari Kitab Suci. Semua gambaran ini memang indah dan menyenangkan, tapi jalan menuju kesana menyebalkan dan mengerikan. Apa yang dikatakan St. Paulus tentang jalan menuju ke janji Kristus itu ialah, “yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia”.
Menderita bersama-sama dengan Dia? Ya, itulah caranya agar kita pun dipermuliakan bersama Dia. Beratnya perjuangan ini dirasakan oleh semua pengikut Kristus dan karena itulah Gereja berdoa memohon agar semangatnya sebagai putera Bapa dikuatkan, dan karena perjuangan itu berat maka Gereja kembali mengenangkan akhir yang bahagia, yang teguh diimaninya dengan berdoa agar kami layak menerima warisan yang telah Kaujanjikan. Gereja yakin bahwa betapapun sulit dan beratnya hidup mengikuti Kristus didunia ini, semua tidaklah sia-sia karena apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar