Rabu, 29 Agustus 2007

Lebih Katolik daripada Paus?

Biasanya ungkapan diatas bernada ejekan atau sindiran yang ditujukan kepada sekelompok orang yang dianggap memiliki rasa kekatolikan sedemikian sehingga bahkan tampak melebihi daripada Paus sendiri.

Kesalahan pertama dari kalimat bertanya dengan nada menyindir adalah inti gagasan yang seolah-olah mengidentikkan Paus dengan Katolisisme, seolah-olah beliau adalah standart yang harus diikuti oleh semua orang Katolik.

Tentu saja hal itu adalah salah besar, pendiri Gereja Katolik adalah Yesus Kristus, bukan Paus manapun dan juga bukan St. Petrus yang adalah Paus pertama. Paus juga bukan Kepala Gereja Katolik, Yesus lah Kepalanya, dan Paus hanya wakilNya di bumi ini. Standar ke-Katolik-an kita adalah Yesus Kristus dan bukan Paus manapun juga.

Yesus tidak pernah menjamin bahwa Paus selalu sempurna, Ia hanya menjamin mereka tidak dapat mengajarkan hal yang sesat dengan kuasa rasul yang diterimanya (cf. Mat 16:18-19). Bahkan St. Petrus pun tidak sempurna.

Bahkan dalam sejarah kita pun pernah memiliki sejumlah Paus yang bejat, tidak bermoral dan bahkan layak diragukan ke-Katolik-an nya. Seperti:

Paus Sthepanus VII menggali kubur dari pendahulunya Paus Formosus, "mengadili" mayat tak bernyawa itu dan kemudian membuang jenazah itu ke sungai Tiber.

Paus Honorius, karena kurang teliti membaca tulisan dari para bidaah monothelit, mendiamkannya, sehingga memicu banyak kebingungan dan akhirnya untuk kelalaian ini ia di-anathema (dikutuk) oleh Konsili Ekumenis ke 6.

Paus Yohanes XII membuat Istana Apostolik nya menjadi rumah pelacuran dimana ia menyimpan dan mempergunakan banyak pelacur baik pria dan wanita.

Paus Alexander VI, memiliki dua wanita teman kumpul kebo dan memiliki banyak anak hasil dari hubungan luar nikahnya.

Paus Urbanus VIII, haus kekuasaan dan karena sikap gila kuasanya ia tega meminta orang-orang Katolik Perancis berperang bersama orang-orang Lutheran Jerman untuk 'menghajar' umat Katolik Jerman dalam Perang 30 tahun. Ini semua terjadi karena Paus Urbanus khawatir kekuasaan Hapsburg di Jerman dan Spanyol akan mengancam kekuasaan duniawinya atas Italia tengah.


Tentu kita menaruh rasa hormat dan ketaatan kepada Paus karena kita mencintai Yesus. Dan lagi daftar para Paus bejat ini disatu sisi malahan membuktikan kebenaran iman Katolik karena mereka tidak pernah sekalipun berani menggunakan kuasa ex-cathedra yang dimilikinya untuk mengajarkan atau membenarkan cara hidup sesat atau kelakuan bejatnya.

Saya sangat yakin bahwa hanya Roh Kudus yang mampu melindungi Gereja sedemikian. Karena Gereja tidak dapat sesat, alam maut tidak akan menguasainya, dan ia akan bertahan sampai Mempelai Pria datang dalam kemuliaanNya.

Credo in Spiritum Sanctum, sanctam catholicam Ecclesiam.

Minggu, 26 Agustus 2007

Papal Homily: Corpus Christi 2007

MISA KUDUS DAN PROSESI SAKRAMEN MAHAKUDUS
MENUJU BASILIKA SANTA MARIA MAJOR
PADA HARI RAYA CORPUS CHRISTI
HOMILI BAPA SUCI BENEDIKTUS XVI
Di lapangan Basilika Agung St. Yohanes Lateran
Kamis, 7 Juni 2007


Saudara-saudari terkasih,
Kita baru saja mendengarkan Sequensi: “Dogma datur christianis/ quod in carnem transit panis,/ et vinum in sanguinem- inilah kebenaran yang dipelajari orang kristen/ roti Ia ubah jadi dagingNya,/ dan anggur jadi darahNya”.
Hari ini dengan sukacita besar kita meneguhkan kembali iman kita akan Ekaristi, Misteri yang membentuk jantung Gereja. Dalam Anjuran Apostolik Sacramentum Caritatis yang baru saja Saya keluarkan, Saya mengingatkan kembali bahwa Misteri Ekaristi “adalah pemberian dimana Yesus Kristus menghadirkan diriNya, sekaligus mewahyukan kepada kita cinta Allah yang tak terbatas bagi setiap pria dan wanita” (n. 1).
Karena itu, Corpus Christi, adalah pesta yang unik dan membentuk sebuah kesinambungan yang penting antara iman dan pujian bagi semua komunitas Kristen. Pesta ini berakar dalam suatu konteks sejarah dan kebudayaan yang khas: ia diadakan untuk tujuan yang sangat istimewa yaitu menegaskan kembali secara terbuka iman umat Allah dalam Yesus Kristus, yang hidup dan sungguh hadir dalam Sakramen Ekaristi yang Mahakudus. Ini adalah pesta yang diadakan dengan tujuan untuk menyatakan secara terbuka dihadapan masyarakat umum; penyembahan, syukur, dan terimakasih kita kepada Tuhan, yang terus menerus “mencintai kita sampai akhir”, bahkan sampai mempersembahkan tubuh dan darahNya bagi kita” (Sacramentum Caritatis, n. 1)
Perayaan Ekaristi malam ini membawa kita kembali kepada suasana rohani Kamis Putih, hari dimana di ruang atas, menjelang sengsaraNya, Kristus menetapkan Ekaristi Mahakudus. Jadi, Corpus Christi, adalah pembaruan misteri Kamis Putih, seperti halnya dulu, dalam kepatuhan terhadap undangan Yesus untuk mewartakan dari “atap-atap rumah” apa yang dibisikanNya kepada kita (cf. Mat 10: 27). Adalah Para Rasul yang menerima pemberian Ekaristi dari Tuhan dalam keakraban Perjamuan Terakhir, tetapi hal itu ditetapkanNya bagi semua, bagi seluruh dunia. Inilah sebabnya misteri ini harus diwartakan dan diperlihatkan, agar semua dapat mengalami “Yesus yang berkeliling” seperti terjadi di jalan-jalan di Galilea, Samaria dan Yudea; agar setiap mereka, yang menerimaNya, dapat disembuhkan dan diperbarui oleh kekuatan cintaNya. Sahabat terkasih, inilah sumber yang hidup dan abadi yang diwariskan Yesus kepada kita dalam Sakramen Tubuh dan DarahNya. Ini adalah pemberian yang menuntut untuk secara terus menerus direnungkan dan dihidupkan kembali agar, seperti yang dikatakan Paus Paulus VI yang terhormat, “daya gunanya yang tak terbatas dapat menjiwai seluruh hari sepanjang hidup kita yang fana ini” (cf. Insegnamenti, 25 May 1967, p. 779).
Dalam Anjuran Pasca-Sinode itu juga, Saya memberi komentar terhadap seruan imam setelah konsekrasi: “Mysterium Fidei!”- Misteri Iman!-, Saya merenungkan: bahwa dengan kata-kata ini imam “mewartakan misteri yang dirayakan dan mengungkapkan kekagumannya atas perubahan hakekat roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Tuhan Yesus, suatu kenyataan yang melampaui segala pengertian manusia” (n. 6).
Tepatlah demikian karena ini memang sebuah kenyataan yang misterius yang melampaui pengertian kita, kita tidak usah terkejut bahwa pada hari ini ada banyak orang yang merasa sulit untuk menerima Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi. Tidak dapatlah terjadi sebaliknya. Ini telah terjadi sejak di depan sebuah sinagoga di Kapernaum, Yesus secara terbuka menyatakan bahwa Dia akan memberikan dagingNya dan darahNya sebagai makanan (cf. Yoh 6: 26-58). Dan sampai sekarang ini, Ekaristi tetap menjadi “tanda perbantahan” dan hanya akan menjadi demikian karena Allah yang menjelma menjadi daging dan mengurbankan diriNya untuk hidup dunia melemparkan semua kebijaksanaan manusiawi kedalam krisis.
Bagaimanapun, dengan kepercayaan yang rendah hati, Gereja mengambilalih iman Petrus dan Para Rasul lainnya menjadi miliknya sendiri, dan bersama mereka berkata: “Tuhan, kepada siapa kami akan pergi? PerkataanMu adalah perkataan hidup yang kekal” (Yoh 6:68). Marilah kita juga, malam ini memperbarui pengakuan iman kita akan Kristus, yang hidup dan hari dalam Ekaristi. Ya, “inilah kebenaran yang dipelajari orang kristen/ roti Ia ubah jadi dagingNya,/ dan anggur jadi darahNya”.
Pada titik puncaknya, dalam Sequensia kita menyanyi: “Ecce panis angelorum,/ factus cibus viatorum:/ vere panis filiorum”- “ Inilah roti para malaikat, /yang diberikan kepada peziarah yang telah berjuang:/ sungguh roti untuk anak-anak.” Dan karena rahmat Allah kita adalah anak-anak.
Ekaristi adalah makanan yang dikhususkan bagi mereka yang dalam Baptisan dibebaskan dari perbudakan dan telah dijadikan putera: ini adalah makanan yang menguatkan mereka dalam perjalanan panjang dalam perjalanan keluaran melalui padang gurun dalam eksistensinya sebagai manusia.
Seperti halnya manna bagi orang Israel, Ekaristi adalah nutrisi tak tergantikan bagi setiap generasi Kristen, nutrisi yang menguatkan mereka selama mereka mengarungi padang gurun dunia ini, ditekan oleh sistem ideologi dan ekonomi yang tidak mendukung kehidupan tapi malahan merendahkannya. Dalam dunia dimana logika kekuasaan dan kepemilikan lebih berkuasa ketimbang pelyanan dan cinta; dunia dimana budaya kekerasan dan kematian seringkali tampak berjaya.
Tetapi Yesus datang menemui kita dan menyapa kita dengan kepastian: Dialah “Roti Hidup” (Yoh 6: 35, 48). Dia mengulangi ini kepada kita dalam kata-kata Bait Pengantar Injil: “Akulah Roti Hidup yang turun dari Surga, jika seorang makan Roti ini, ia akan hidup selamanya” (Yoh 6: 51).
Dalam bacaan Injil yang baru saja diwartakan, St. Lukas, melukiskan kisah penggandaan lima roti dan dua ikan dimana Yesus memberi makan banyak orang “dalam tempat sunyi”, dan kisah ini ditutup dengan kata-kata: “Dan semua makan sampai kenyang” (cf. Luk 9: 11-17).
Pertama, Saya ingin menekankan kata “semua”. Dengan ini, Tuhan menghendaki semua orang dikuatkan dengan Ekaristi, karena Ekaristi adalah untuk semua orang. Jika hubungan erat antara Perjamuan Terakhir dengan misteri Kematian Yesus diSalib ditekankan dalam Kamis Putih, hari ini, dalam Pesta Corpus Christi, dengan prosesi dan adorasi meriah terhadap Ekaristi, perhatian diarahkan kepada kenyataan bahwa Kristus mengurbankan diriNya untuk semua manusia. Dia berjalan melintasi rumah dan melewati jalan-jalan kota kita untuk menjadi persembahan sukacita, hidup abadi, dan cinta bagi mereka yang tinggal disana.
Elemen kedua, yang menarik perhatian dalam bacaan Injil hari ini ialah: mukjizat yang dikerjakan oleh Tuhan mengandung undangan eksplisit kepada setiap orang untuk berperan serta. Dua ikan dan lima roti menandakan peran serta kita, sedikit tapi perlu, yang Ia ubah menjadi anugerah cinta bagi semua. Dalam Anjuran Pasca-Sinode Saya menulis “Hari ini Kristus terus menerus menganjurkan agar para muridNya terlibat secara pribadi” ( Sacramentum Caritatis, n. 88).
Jadi, Ekaristi adalah panggilan kepada kekudusan dan kepada pemberian diri seseorang kepada seorang lain sebagai saudara: “Setiap kita benar-benar dipanggil, untuk bersama dengan Yesus menjadi roti yang dipecahkan bagi hidup dunia” (ibid.). Secara khusus Penebus kita mengalamatkan undangan ini kepada kita, saudara-saudariku terkasih sesama warga Roma, yang berkumpul disekitar Ekaristi di lapangan bersejarah ini.
Saya menyapa kalian semua dengan mesra. Salam Saya pertama-tama Saya sampaikan kepada Kardinal Vikar dan para Uskup Auksilier, dan kepada para Saudara terhormat Saya lain; para Kardinal dan Uskup, dan juga kepada sejumlah besar Imam dan Diakon, religius pria dan wanita dan semua orang beriman awam.
Pada akhir Perayaan Ekaristi kita akan bergabung dalam prosesi membawa Tuhan Yesus dalam roh melewati semua jalan dan lingkungan kota Roma. Kita akan melarutkan Dia, katakanlah begitu, dalam rutinitas hidup kita sehari-hari, agar Dia dapat berjalan dimana kita berjalan dan hidup dimana kita hidup.
Tetapi, kita juga tahu, sebagai diingatkan oleh Rasul Paulus dalam Suratnya kepada orang Korintus, bahwa dalam setiap Ekaristi, juga Ekaristi senja ini, kita “mewartakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (cf. 1 Kor 11:26). Kita berjalan dalam jalan bebas hambatan dunia ini dengan mengetahui bahwa Dia di sisi kita, dikuatkan oleh harapan bahwa kita suatu hari nanti akan memandang Dia muka dengan muka, dengan kepastian yang teguh.
Sementara ini, marilah kita mendengar pengulangan sabdaNya, seperti yang kita baca di Kitab Wahyu, “Lihatlah, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk; jika ada seorang yang mendengar suaraKu dan membuka pintu, Aku akan masuk menemui dia dan makan bersama dia, dan dia akan bersama Aku” (Why 3: 20).
Pesta Corpus Christi ingin membuat ketukan Tuhan terdengar, menembus ketulian telinga batin kita dan meminta kita bukan hanya membuka ruang untuk satu hari tapi untuk selamanya. Marilah kita menyambut Dia dengan sukacita, menghampiriNya dengan satu suara dalam seruan Liturgi: “Roti sejati, Gembala Baik, bimbing kami,/ Yesus temanilah kami dengan cintaMu…/ Engkau yang mampu melakukan dan mengetahui segalanya,/ yang memberi makanan bagi dunia/ berilah kami agar bersama para kudusMu, yang terkecil sekalipun/ diundang ke pesta surgawi yang Kau adakan,/ menjadi sesama tamu dan undangan”.
© Copyright 2007 - Libreria Editrice Vaticana

Selasa, 21 Agustus 2007

Kardinal Castrillon Hoyos Tentang Summorum Pontificum

Wawancara dengan Gianni Cardinale, wartawan dari majalah italia 30 Giorni. Wawancara lengkapnya dapat dibaca di website 30Giorni (edisi bahasa inggris).

Eminenza, apa pengaruh penting dari Motu Proprio yang membebaskan penggunaan dari yang umum disebut Misale St. Pius V?

DARÍO CASTRILLÓN HOYOS: Setelah Konsili Vatikan II, terjadi perubahan dalam Liturgi, sekelompok awam dan pejabat Gereja dalam jumlah yang menentukan merasa tidak nyaman karena mereka terikat secara kuat dengan liturgi yang telah digunakan selama berabad-abad. Saya berpikir tentang para Imam yang selama 50 tahun telah merayakan Misa St. Pius V dan yang terkejut dengan kenyataan kini mereka harus merayakan yang lain, Saya berpikir tentang generasi umat beriman yang terbiasa dengan ritus lama, Saya juga berpikir tentang anak-anak seperti para Putera Altar yang merasa kehilangan sesuatu dalam melayani Misa menurut tata cara Novus Ordo. Jadi ada kesulitan di berbagai tingkatan. Bagi beberapa orang, ini juga merupakan persoalan teologis, yaitu mereka yang berkeyakinan bahwa ritus lama mengungkapkan secara lebih baik sifat kurban Misa daripada ritus yang baru [Aku termasuk orang yang memiliki keyakinan semacam ini. Pernyataan Kardinal Hoyos yang memberi ruang bagi pandangan teologis semacam ini sangat baik, aku nanti akan menulis lebih banyak tentang ini. Cool..]. Bagi yang lainnya, ini terutama masalah budaya, nostalgia Grgeorian dan polifoni yang meriah, yang selalu merupakan harta karun bagi Gereja Latin. Puncak dari semua ini adalah fakta bahwa mereka yang merasa tidak nyaman dengan perubahan ini menyalahkan Konsili, padahal kenyataannya Konsili sendiri tidak pernah meminta atau merinci detail perubahan. Misa yang dirayakan oleh para Bapa Konsili (Vatikan II) adalah Misa St. Pius V. Konsili juga tidak meminta suatu penciptaan ritus baru, tapi hanya sekedar meminta penggunaan bahasa lokal yang lebih luas dan partisipasi yang lebih besar dari pihak umat.

Tapi bukankah sebelumnya telah ada izin?

CASTRILLÓN HOYOS: Iya, memang telah ada izin, tetapi Paus Yohanes Paulus II telah memahami bahwa sekedar izin itu tidak cukup. Tidak hanya karena sejumlah Uskup dan Imam menolak untuk menerapkannya. Tetapi, diatas segalanya ialah umat beriman yang menginginkan perayaan Misa menurut ritus kuno tidak boleh dianggap sebagai umat kelas-dua. Mereka adalah kaum beriman yang harus diakui haknya untuk menghadiri Misa yang telah menguatkan orang Kristen selama berabad-abad, Misa yang telah menguatkan kekudusan dari para kudus seperti St.Filpus Neri, St.Theresia dari Liseaux [Sepertinya Kardinal sengaja memilih menyebut nama ini diantara nama-nama lain yang semuanya bisa dianggap memiliki pengetahuan latin dan teologi yang lumayan, St.Teresa adalah orang awam/non-Klerus dengan pengetahuan bahasa latin dan Kitab Suci yang sangat pas-pasan atau bahkan sangat kurang sekali. Aku rasa sangat tepat kalau aku mengambil kesimpulan bahwa Kardinal sengaja menyebut nama St. Teresa untuk menegaskan bahwa tidak mengerti latin bukanlah halangan yang serius untuk memahami dan menikmati buah-buah dari liturgi Tridentine] , Beato Yohanes XXII, dan juga Hamba Allah Yohanes Paulus II sendiri, yang, seperti Saya katakan, telah memahami masalah mengenai izin itu dan sudah memiliki pemikiran untuk memperluas izin penggunaan Misale 1962. Saya harus mengatakan bahwa dalam pertemuan antara para Kardinal dan dengan para pemimpin pelayanan, dimana izin ini didiskusikan, hampir tidak ada perlawanan. Paus Benediktus XVI, yang mengikuti proses ini sejak semula, telah mengambil langkah penting ini yang telah direncanakan juga oleh pendahulunya yang agung itu. Ini adalah pemberian izin dari Petrus yang memancar dari cinta yang besar terhadap harta karun liturgi, yaitu Misa St. Pius V, dan juga muncul dari kecintaan seorang gembala bagi sekelompok kaum beriman.

Sabtu, 18 Agustus 2007

Subsistit in

Di Majalah HIDUP edisi Minggu tanggal 19 Agustus 2007 (yang sudah ada ditanganku sejak hari Sabtu 18 Agustus 2007) dimuat berita tentang diskusi mengenai Deklarasi Dominus Iesus yang diselenggarakan oleh PP ISKA di Kantor Redaksi HIDUP, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jumat 10/8 dengan narasumber Reverendus Pater Dr. B.S. Mardiatmadja SJ. Artikel mengenai diskusi itu ditulis oleh Mauritz S. Rakadewa, O.F.M.

Meskipun diskusi tersebut bertema membahas Dominus Iesus, tapi dalam artikel tersebut yang muncul terutama adalah diskusi mengenai hubungan antara Gereja Kristus dan Gereja Katolik. Yang menjadi awal dari kebingungan teologis tentang hubungan diantara keduanya adalah perubahan istilah untuk menunjukkan hubungan diantara keduanya dari est (adalah) menjadi subsistit in (berada didalam).

Sebelum Konsili Vatikan II Gereja selalu tanpa ragu-ragu meyakini bahwa dirinya adalah Tubuh Mistik Kristus yang tunggal sebagaimana nampak sekedar untuk contoh dalam dua dokumen ini:

Paus Bonifatius VIII, Bulla “Unam Sanctam”
Terdorong oleh iman, kami berkewajiban untuk mempercayai dan untuk meneguhkan bahwa Gereja adalah Satu, Kudus, Katolik dan juga Apostolik. Kami percaya kepada dia dengan teguh dan mengaku dengan segala kesederhanaan bahwa diluar dia tidak ada keselamatan juga pengampunan dosa, sebagaimana sang Mempelai dalam Kidung Agung menyatakan: “Dialah satu-satunya merpatiku, idam-idamanku, satu-satunya anak ibunya, anak kesayangan bagi yang melahirkannya (Kid 6:9),” dan dia menggambarkan satu tubuh mistik yang kepalanya adalah Kristus dan Kristus sang kepala adalah Allah (1 Kor 11:3)

Paus Pius XII , Ensiklik “Mystici Corporis”
13 Jika kita hendak mendefinisikan dan menggambarkan Gereja Yesus Kristus yang sejati ini- yang adalah Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, Apostolik dan Romawi - kita tidak menemukan yang lebih layak, lebih tepat, atau lebih ilahi daripada ungkapan “Tubuh Mistik Yesus Kristus”- sebuah ungkapan yang berasal dari dan adalah, seperti pada awalnya, adalah persemian dari pengulangan ajaran Kitab Suci dan para Bapa kudus.

Polemik dimulai ketika Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatik tentang Gereja “Lumen Gentium” artikel 8 mengganti rumusan tradisional yang lazim diatas menjadi:
Inilah satu-satunya Gereja Kristus yang dalam Credo kita akui sebagai Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik yang oleh Penyelamat kita, sesudah KebangkitanNya, diserahkan kepada Petrus untuk digembalakan, disebarluaskan dan diarahkan dengan otoritas, yang dengannya Dia tetapkan untuk sepanjang masa sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran”. Gereja ini dibentuk dan diorganisasi dalam dunia sebagai suatu masyarakat yang berada didalam Gereja Katolik, yang diperintah oleh Pengganti Petrus dan para Uskup yang bersatu dengannya, walaupun banyak elemen pengudusan dan kebenaran ditemukan di luar strukturnya yang terlihat. Elemen-elemen ini, sebagai anugerah milik Gereja Kristus, mendorong ke arah kesatuan Katolik.

Bagaimanapun, juga perlu dicatat bahwa dalam Konsili Vatikan II sekalipun ungkapan tradisional bahwa Gereja Kristus atau Tubuh Mistik Kristus adalah Gereja Katolik masih muncul dan digunakan di tempat lain, yaitu di Dekrit tentang Gereja-gereja Timur “Orientale Ecclesiorum” art.2 :
2 Gereja Katolik Kudus, yang adalah Tubuh Mistik Kristus, terdiri dari umat beriman yang secara organis bersatu dalam Roh Kudus oleh iman yang sama, sakramen yang sama dan pemerintahan yang sama, dan yang, secara bersama terbagi ke dalam berbagai kumpulan yang diatur bersama oleh satu hierarki membentuk gereja-gereja atau ritus tersendiri.

Ada sejumlah teolog (tampaknya termasuk Romo Mardi) yang berpendirian berdasarkan penggunaan kata “subsistit in” diatas maka bisa disimpulkan bahwa Gereja Kristus itu juga dapat “subsistit in” di dalam gereja-gereja non-Katolik. Kelihatannya Romo Mardi menganut pandangan ini karena dalam artikel di majalah HIDUP itu dia mengatakan:
“Teh seperti halnya Gereja Kristus dan gelas ini seperti halnya Gereja Katolik. Gereja Katolik bukan satu-satunya yang memuat teh. Jika Gereja Kristus identik dengan Gereja Katolik, maka ditempat-tempat lain pun tidak akan ada teh, tidak akan ada Gereja Kristus.”

Pandangan Romo Mardi ini jelas tidak bersesuaian dengan jalan pikiran dari Kardinal Ratzinger yang sekarang menjadi Paus Benediktus XVI. Pertama, dengan berpandangan begitu Romo Mardi menunjukkan adanya “hermeneutic of discontinuity” yaitu bahwa ia secara implisit ingin mengatakan bahwa dokumen pra-Vatikan II sudah outdated dan tidak lagi dipakai. Jelas bahwa Romo Mardi membaca dan mengartikan Lumen Gentium dan Dominus Iesus secara terputus dari dokumen-dokumen pra-Vatikan II yang membicarakan hal yang sama. Hal ini dkecam keras oleh Kardinal Ratzinger:
“Secara jelas telah muncul mentalitas yang berpandangan picik yang mengisolasi Vatikan II dan yang memicu perlawanan terhadapnya. Yaitu bermacam pandangan yang menekankan mulai Vatikan II dan seterusnya, semuanya telah berubah, dan apa yang mendahuluinya tidak memiliki nilai, atau paling bagus, hanya memiliki nilai dalam terang Vatikan II…Kebenarannya adalah bahwa Konsili ini (Vatikan II) samasekali tidak mendefinsikan dogma apapun, dan dengan sengaja memilih berada pada tingkat yang sederhana, yaitu sekedar sebagai Konsili Pastoral.” (Address to Chilean Bishop- Santiago, Chile, 13 Juli1988)

Dan cara berpikir Romo Mardi juga tidak sejalan dengan Konsili Vatikan II sendiri yang dengan jelas menegaskan:
Hal ini (yaitu tujuan Konsili) dilakukan dengan mengikuti secara setia ajaran Konsili-konsili sebelumnya. (Lumen Gentium art 1)

Dan juga ironisnya dibantah oleh Dominus Iesus sendiri, yang menyatakan:
Dengan ungkapan subsistit in, Konsili Vatikan II berusaha untuk menyelaraskan dua pernyataan doktriner: di satu sisi. Bahwa Gereja Kristus, tanpa memperdulikan perpecahan yang ada diantara orang-orang Kristen, tetap berlanjut dan hadir secara penuh hanya dalam Gereja Katolik, dan disisi lain bahwa diluar strukturnya, banyak terdapat elemen pengudusan dan kebenaran [55], yaitu, dalam Gereja-gereja dan komunitas-komunitas gerejani yang belum berada dalam persatuan penuh dengan Gereja Katolik [56]. Namun, mengenai hal ini perlu ditegaskan bahwa mereka menerima keberhasilan dari kepenuhan rahmat dan kebenaran yang dipercayakan kepada Gereja Katolik [57]. (Dominus Iesus art. 16)

Dan juga catatan kaki no 56 yang muncul dalam kalimat diatas makin menegaskan maksud sebenarnya dari Lumen Gentium art 8 dan juga dari dokumen Dominus Iesus ini:
(56) Interpretasi dari mereka yang mengartikan rumusan subsistit in dengan thesis bahwa Gereja Kristus yang satu dapat berada didalam Gereja-gereja non-Katolik dan komunitas-komunitas gerejani adalah bertentangan dengan makna otentik Lumen Gentium. Konsili memilih kata subsistit in untuk menyatakan kehendaknya menjelaskan bahwa hanya ada satu subsistensi dari Gereja sejati, sementara diluar strukturnya hanya eksis elementa ecclesiae, yang menjadi elemen dari Gereja yang sama itu menuntun dan mengarahkan kepada Gereja Katolik. (Konggregasi untuk Ajaran Iman, Notifikasi terhadap Buku “Gereja: Karisma dan Kuasa” oleh Romo Leonardo Boff. AAS 77 [1985], 756-782).

Jadi, apa yang disimpulkan oleh Mauritz S. Rakadewa, O.F.M dari pembicaraan Romo Mardi bahwa: “Konsili Vatikan II sebenarnya ingin rendah hati mengatakan, ada unsur-unsur Gereja Kristus di tempat lain” adalah benar, tapi sayangnya hanya benar sampai disini saja, karena kelanjutannya adalah kesimpulan yang benar-benar salah yaitu, “Pastor Mardi menyebut Gereja Kristus sebagai titik pemersatu. Tujuannya supaya Gereja Katolik, Anglikan, Lutheran, dan Gereja lainnya bersatu dalam Gereja Kristus. Namun, tidak semua Gereja betul-betul Gereja sebab ada diantara mereka hanya mengakui Yesus tak lebih dari orang pintar saja.”

Entah siapa yang salah, apakah Romo Mardi atau Mauritz, O.F.M, yang secara ceroboh melupakan bahwa dalam dokumen-dokumen Konsili Vatikan II dan sesudahnya Gereja-gereja Protestan dan Anglikan tidak pernah disebut Gereja melainkan hanya disebut sebagai komunitas-komunitas gerejani karena mereka tidak memiliki suksesi Apostolik sehingga tidak memiliki tahbisan Uskup yang sah, dan juga karenanya tidak memiliki Sakramen Ekaristi. Sementara itu sebutan Gereja hanya dikenakan keapda gereja-gereja Ortodoks yang memiliki suksesi Apostolik, tahbisan, dan Sakramen-sakramen yang sah. Dan kesalahan kedua ialah bahwa Gereja Katolik, yang adalah ibu dan guru dari semua gereja-gereja lokal, disejajarkan dengan berbagai denominasi di luar sana sehingga iman akan Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik dikaburkan (Konggregasi untuk Ajaran Iman, Catatan Mengenai ungkapan Gereja saudari no. 10 dan 11).

Kesalahan kedua, sekali lagi adalah apa yang sudah kita bahas panjang lebar diatas dimana Romo Mardi memisahkan terlalu jauh antara Gereja Kristus dan Gereja Katolik, dan seolah-olah lupa bahwa Konsili Vatikan II sendirilah yang mengatakan bahwa elemen-elemen pengudusan dan kebenaran yang terdapat di luar struktur Gereja Katolik, berasal dari kepenuhan rahmat dan kebenaran yang dipercayakan Kristus kepada Gereja Katolik, dan mendorong serta menuntun ke arah persatuan dengan Gereja Katolik (LG 8 ) dan dalam bahasa yang lebih tegas misalnya UR 3.

Akhirnya penulis (In The Way of Perfection) hanya ingin mengulangi apa yang baru-baru ini disampaikan oleh Konggregasi untuk Ajaran Iman dalam Tanggapan Terhadap Beberapa Pertanyaan Mengenai Aspek-Aspek Tertentu Mengenai Ajaran Gereja (tanggal 29 Juni 2007) :

PERTANYAAN KEDUA

Apa maksud dari penegasan bahwa Gereja Kristus berada didalam Gereja Katolik?


TANGGAPAN

Kristus "mendirikan disini di bumi" hanya satu Gereja dan meng-institusi-kannya sebagai sebuah "komunitas yang kelihatan dan spiritual"[5], bahwa dari permulaan [Gereja tersebut] dan disepanjang abad telah selalu ada dan akan selalu ada, dan dimana dalam [Gereja tersebut] ditemukan semua unsur-unsur yang di-insitusi-kan [ie. diadakan, didirikan, dibuat] Kristus sendiri.[6] "Gereja Kristus yang satu ini, yang kita akui didalam Syahadat sebagai [Gereja yang] satu, kudus, katolik dan apostolik [...]. Gereja ini, dikonstitusikan dan diorganisasikan di dunia ini sebagai suatu masyarakat (society), berada dalam Gereja Katolik, yang diperintah oleh penerus Petrus dan Uskup-Uskup dalam persekutuan dengan dia [ie. penerus Petrus]".[7]


Di nomer 8 dari Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium 'berada dalam' berarti ke-ter-terus-an abadi (perduring), kontinuitas sejarah dan ke-permanen-an dari unsur-unsur yang diinstitusikan Kristus dalam Gereja Katolik [yaitu Gereja] dimana Gereja Kristus ditemukan secara nyata di Bumi ini.


Adalah mungkin, menurut ajaran Katolik, untuk menegaskan secara tepat bahwa Gereja Kristus hadir dan beroperasi di gereja-gereja dan Komunitas gerejawi yang belum bersekutu penuh dengan Gereja Katolik, atas dasar unsur-unsur pengudusan dan kebenaran yang hadir dalam mereka.[9] Namun, kata "berada dalam" hanya bisa di-atribut-kan [ie. dikenakan] kepada Gereja Katolik saja jelas-jelas karena [kata tersebut] mengacu kepada tanda kesatuan yang kita ikrarkan dalam simbol-simbol iman (Aku percaya... akan Gereja yang "satu"); dan Gereja yang "satu" ini berada dalam Gereja Katolik.[10]

PERTANYAAN KETIGA

Kenapa ekspresi "subsistit in" diadopsi dan bukannya kata "est " yang sederhana?


TANGGAPAN

Penggunaan ekspresi ["subsistit in"] ini, yang mengindikasikan identitas penuh Gereja Kristus dengan Gereja Katolik, tidak mengubah ajaran Gereja. Melainkan, [penggunaan ekspresi "berada dalam" tersebut] datang dari dan membawa secara lebih jelas fakta bahwa ada "berbagai unsur pengudusan dan kebenaran" yang ditemukan diluar strukturnya, tapi "sebagai karunia-karunia yang secara tepat merupakan milik Gereja Kristus, [dan] mendorong ke kesatuan Katolik".[11]


"Sesuai dengannya gereja-gereja terpisah dan Komunitas ini, meskipun kami yakini mereka menderita kecacatan, tak terkurangkan dari signifikansi atau kepentingan dalam misteri keselamatan. Faktanya Roh Kristus tidak menghindar dari menggunakan mereka sebagai sarana keselamatan, dimana nilai [dari sarana keselamatan tersebut] didapatkan dari kepenuhan rahmat dan kebenaran yang telah dipercayakan kepada Gereja Katolik

Dan juga dari Komentar Resminya:

Pertanyaan kedua bertanya apa yang dimaksud dengan penegasan bahwa Gereja Kristus berada dalam Gereja Katolik.


Ketika G. Philips menulis bahwa frase "subsistit in" telah menyebabkan 'bersungai-sungai tinta'[3] tertumpahkan, dia mungkin tidak pernah membayangkan bahwa diskusi [atas frase "subsistit in" tersebut] akan berkelanjutan sampai begitu lama atau [bahwa diskusi tersebut akan terjadi] dengan intensitas sedemikian rupa sehingga memprovokasi Kongregasi Ajaran Iman untuk mempublikasikan dokumen ini.


Publikasi ini, didasarkan pada teks-teks konsili [Vatikan II] dan postkonsili [Vatikan II] yang dikutipnya, mencerminkan keprihatinan Kongregasi [Ajaran Iman] untuk menjaga kesatuan dan unisitas (unicity) Gereja, yang akan terkompromasikan oleh proposal bahwa Gereja yang didirikan oleh Kristus bisa mempunyai lebih dari satu keberadaan. Kalau itu memang benar maka kami akan terpaksa, seperti yang ditunjukkan deklarasi Mysterium Ecclesiae, membayangkan suatu "Gereja Kristus sebagai jumlah total dari Gereja-Gereja atau Komunitas-Komunitas gerejawi - yang secara bersamaan berbeda namun bersatu", atau "untuk memikirkan bahwa Gereja Kristus tidak ada sekarang ini secara konkrit dan karenanya hanya bisa menjadi obyek penelitian bagi Gereja-Gereja dan komunitas-komunitas."[4] Kalau memang ini kasusnya, Gereja Kristus sudah tidak ada lagi dalam sejarah, atau akan ada hanya dalam bentuk ideal yang timbul melalui suatu penyatuan di masa depan atau reunifikasi dari Gereja-Gereja saudara kandung wanita (sister Churches), yang diharapkan dan dicapai melalui dialog.


Notifikasi dari Kongregasi Ajaran Iman mengenai buku Leonardo Boff bahkan lebih eksplisit lagi. Sebagai tanggapan atas penegasan Boff bahwa Gereja Kristus "dapat berada dalam Gereja-Gereja Kristen lain", Notifikasi [tersebut] menyatakan bahwa "Konsili [Vatikan II] memilih kata "subsistit" khususnya untuk mengklarifikasi bahwa Gereja sejati hanya mempunyai satu "keberadaan", sementara diluar batas kelihatan [dari Gereja sejati tersebut] hanya ada "elementia Ecclesiae" yang – merupakan unsur-unsur dari Gereja yang sama [tersebut] – mencenderungkan dan mengarahkan kepada Gereja Katolik."[5]

Pertanyaan ketiga menanyakan mengapa ekspresi "berada dalam" digunakan dan bukannya kata "est".


Tepatnya adalah perubahan terminologi [ie. istilah] ini, dalam deskripsi dari hubungan antara Gereja Kristus dan Gereja Katolik, yang telah menimbulkan banyak penafsiran yang sangat bervariasi, terutama dalam bidang ekumenisme. Pada kenyataannya, Bapa Konsili [Vatikan II] bertujuan untuk mengakui adanya unsur-unsur gerejawi, yang patut pada Gereja Kristus, didalam komunitas Kristen non-Katolik. Tidaklah dapat disimpulkan bahwa identifikasi dari Gereja Kristus dengan Gereja Katolik tidak lagi dianut, atau bahwa diluar Gereja Katolik ada ketidakhadiran secara total dari unsur-unsur gerejawi, sebuah "kekosongan gerejawi". Apa maksudnya adalah, bahwa jika ekspresi "berada dalam" dipertimbangkan dalam konteks sejatinya, yaitu dalam kaitannya dengan Gereja Kristus [yang] "dikonstitusikan dan diorganisasikan di dunia ini sebagai suatu masyarakat (society)... diperintah oleh penerus Petrus dan oleh Uskup-Uskup dalam persekutuan dengan dia", maka perubahan dari est ke subsistit in tidak membawa signifikansi teologis tertentu atau [membawa] diskontinuitas dengan ajaran Katolik yang dianut sebelumnya.


Faktanya, justru karena Gereja yang dikehendaki Kristus nyatanya terus ada (subsistit in) di Gereja Katolik, kontinuitas dari keberadaan ini menyiratkan suatu identitas esensial antara Gereja Kristus dan Gereja Katolik. Konsili [Vatikan II] berkeinginan untuk mengajarkan bahwa kita berjumpa dengan Gereja Yesus Kristus sebagai suatu subyek sejarah yang konkrit di Gereja Katolik. Karenanya, gagasan bahwa keberadaan bisa diperbanyak tidak menunjukkan apa yang dimaksudkan [Konsili Vatikan II] oleh pemilihan istilah "subsistit". dalam memilih kata "subsistit" Konsili [Vatikan II] bertujuan untuk mengekspresikan singularitas dan ketidakdapat "perbanyakan" ("multipliability") dari Gereja Kristus: Gereja tersebut ada sebagai suatu realitas sejarah yang unik.


Karenanya, berlawanan dengan banyak penafsiran yang tak berdasar, perubahan "est" ke "subsistit in" tidak menandakan bahwa Gereja Katolik telah berhenti memandang dirinya sendiri sebagai satu-satunya Gereja Kristus sejati. Namun [perubahan tersebut] hanya menandakan keterbukaan yang lebih besar kepada keinginan ekumenis untuk benar-benar mengakui karakteristik dan dimensi gerejawi dalam komunitas Kristen yang tidak bersekutu penuh dengan Gereja Katolik, atas dasar "plura elementa sanctificationis et veritatis" yang hadir dalam mereka. Karenanya, meskipun hanya ada satu Gereja yang "berada dalam" subyek sejarah yang unik, ada realitas-realitas gerejawi sejati yang ada diluar batasannya yang kelihatan.

Terjemahan bahasa indonesia dari dokumen-dokumen kebanyakan adalah terjemahan saya sendiri, jadi Anda bisa menceknya dengan versi yang lebih otoritatif entah dalam bahasa lokal atau kedalam bahasa aslinya (latin), sementara terjemahan indonesia dari dokumen Konggregasi untuk Ajaran Iman tentang Tanggapan Terhadap Beberapa Pertanyaan Mengenai Aspek-Aspek Tertentu Mengenai Ajaran Gereja dan Komentar Resminya diambil dari terjemahan yang disediakan oleh website ekaristi.org (ini bukan terjemahan resmi)

Jumat, 17 Agustus 2007

Vatican No. 2


Orang yang dimaksud sebagai Vatican No. 2 (dan yang fotonya muncul di gambar sebagai model utama) adalah Kardinal Tarcisio Bertone, Sekretaris Negara Vatikan dan termasuk orang dekat Paus karena dulu mereka bersama-sama "menjitaki" kepala para teolog nakal saat masih bertugas di Konggregasi untuk Ajaran Iman.

Beberapa bulan lalu Bertone lah yang menjadi "biang gosip" bahwa Vatikan akan mendanai sebuah tim untuk berkompetisi di Serie-A, namun kemudian Bertone meralat perkataannya dan mengatakan bahwa ia tidak serius saat mengatakan itu.

Bertone sendiri adalah fans berat Juventini.

Orang yang dimaksud dalam sebagai "calon santo" disini adalah Rm. Michael McGivney, pendiri dari Knight of Colombus sebuah komunitas untuk pria Katolik.

Hey..gambar Fr. Z juga muncul disitu, "What Does the Motu Proprio Really Say"

"Maaf Romo, bolehkah saya melihat Celebret Anda?

Celebret adalah surat pernyataan dari Uskup bahwa Imam yang bersangkutan adalah benar-benar Imam dan bahwa ia tidak terhalang oleh hukum untuk merayakan Ekaristi, berkhotbah dan mendengarkan Pengakuan Dosa serta Sakramen-sakramen lainnya (Kan 903, 764, 969 [1]) .

Cukup konyol rasanya mendengar ada orang yang berpura-pura menjadi Imam dan ternyata ada juga yang tertipu oleh aksi semacam ini.

Anda dapat melihat contoh celebret dari Romo John T. Zulsdorf, Imam Diosesan dari Dioses Suburbicarian Velletri Segni dan pemilik blog What Does The Prayer Really Say

Halaman A

Halaman B

Jadi, daripada tertipu lebih baik bertanya, "Ehm..Romo, bolehkah saya melihat Celebret Anda?'


Rabu, 15 Agustus 2007

Pernahkah Anda mendengar doa-doa ini di Misa?

Normalnya, Anda tidak akan mendengar Imam mengucapkan doa-doa ini dalam Misa, karena memang seharusnya diucapkan dengan diam-diam (dicit secreto), walaupun kadang-kadang ada Imam yang keceplosan dan mengucapkannya dengan suara jelas…

Sebelum membaca Injil

Munda cor meum ac labia mea, omnipotens Deus, ut sanctum Evangelium tuum digne valeam nuntiare
[Bersihkanlah hati dan bibirku, ya Allah yang mahakuasa, agar aku dapat mewartakan Injil suciMu dengan layak]

Setelah membaca Injil, sambil mencium Buku Injil

Per evangelica dicta deleantur nostra delicta
[Semoga karena pewartaan Injil ini dosa kita dihapuskan]

Saat persiapan persembahan sambil mencampur sedikit air ke dalam anggur

Per huius aquae et vini mysterium eius efficiamur divinitatis consortes, qui humanitatis nostrae fieri dignatus est particeps
[Semoga karena misteri pencampuran air dan anggur ini, kami mendapat bagian dalam keilahian Dia yang telah berkenan ambil bagian dalam kemanusiaan kami]

Saat persiapan persembahan sambil membungkuk di hadapan bahan-bahan persembahan

In spiritu humilitatis et in animo contrito suscipiamur a te, Domine; et sic fiat sacrificium nostrum in conspectu tuo hodie, ut placeat tibi, Domine Deus.
[Semoga persembahan yang kami sampaikan dalam semangat kerendahan hati dan hati yang remuk redam berkenan dihadapanMu ya Tuhan, dan kurban kami hari ini dilaksanakan dihadapanMu sedemikian sehingga berkenan kepadaMu, ya Tuhan Allah.]

Sambil membasuh tangan

Lava me, Domine, ab iniquitate mea, et a peccato meo munda me
[Cucilah aku, ya Tuhan, dari segala kesalahanku, dan bersihkanlah aku dari segala dosaku]

Setelah memecahkan Roti sambil memasukkan sedikit pecahan ke dalam Piala

Haec commixtio Corporis et Sanguinis Domini nostri Iesu Christi fiat accipientibus nobis in vitam aeternam
[Semoga pencampuran Tubuh dan Darah Tuhan kita Yesus Kristus yang akan kami sambut ini berguna untuk kehidupan kekal]

Sesudah Agnus Dei [Anakdomba Allah], persiapan pribadi Imam sebelum menyambut Komuni, Imam dapat memilih salah satu diantara kedua doa dibawah ini

Domine Iesu Christe, Fili Dei vivi, qui ex voluntate Patris, cooperante Spiritu Sancto, per mortem tuam mundum vivificasti: libera me per hoc sacrosanctum Corpus et Sanguinem tuum ab omnibus iniquitatibus meis et universis malis: et fac me tuis semper inhaerere mandatis, et a te numquam separari permittas
[Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang hidup, karena kehendak Bapa dan dengan kuasa Roh Kudus, Engkau memberikan hidup kepada dunia melalui kematianMu: bebaskanlah aku dari segala kelemahan dan kejahatanku karena Tubuh dan DarahMu yang mahakudus ini, dan buatlah aku selalu menaati perintahMu, dan jangan biarkan aku terpisah dariMu]

Atau

Perceptio Corporis et Sanguinis tui, Domine Iesu Christe, non mihi proveniat in iudicium et condemnationem: sed pro tua pietate prosit mihi ad tutamentum mentis et corporis, et ad medelam percipiendam
[Penerimaan Tubuh dan DarahMu, Tuhan Yesus Kristus, janganlah mendatangkan hukuman dan kutukan bagi diriku: tetapi karena kebaikanMu menjadi perlindungan bagi jiwa dan raga serta obat yang mujarab bagiku]

Sambil memegang Roti sesaat sebelum menyantap Tubuh Tuhan

Corpus Christi custodiat me in vitam aeternam
[Tubuh Kristus menjaga aku dalam hidup kekal]

Sambil memegang Piala sesaat sebelum meminum Darah Tuhan

Sanguis Christi custodiat me in vitam aeternam
[Darah Kristus menjaga aku dalam hidup kekal]

Sesudah pembagian Komuni, sambil membersihkan Sibori, Patena, dan Piala

Quod ore sumpsimus, Domine, pura mente capiamus, et de munere temporali fiat nobis remedium sempiternum
[Tuhan, semoga apa yang kami terima dengan mulut, juga kami terima dengan hati yang murni, dan agar pemberian sementara ini menjadi obat yang kekal bagi kami]

Selasa, 14 Agustus 2007

Collins: Why this scientist believes in God

Tumben-tumbenan nih CNN memuat kesaksian yang menguatkan iman...

Tokoh kita yang akan memberikan kesaksian adalah:

Francis S. Collins, M.D., Ph.D., is the director of the Human Genome Project. His most recent book is "The Language of God: A Scientist Presents Evidence for Belief."

Beberapa poin menarik dari kesaksian beliau adalah

I did not always embrace these perspectives. As a graduate student in physical chemistry in the 1970s, I was an atheist, finding no reason to postulate the existence of any truths outside of mathematics, physics and chemistry. But then I went to medical school, and encountered life and death issues at the bedsides of my patients. Challenged by one of those patients, who asked "What do you believe, doctor?", I began searching for answers.

I had to admit that the science I loved so much was powerless to answer questions such as "What is the meaning of life?" "Why am I here?" "Why does mathematics work, anyway?" "If the universe had a beginning, who created it?" "Why are the physical constants in the universe so finely tuned to allow the possibility of complex life forms?" "Why do humans have a moral sense?" "What happens after we die?"

I had always assumed that faith was based on purely emotional and irrational arguments, and was astounded to discover, initially in the writings of the Oxford scholar C.S. Lewis and subsequently from many other sources, that one could build a very strong case for the plausibility of the existence of God on purely rational grounds. My earlier atheist's assertion that "I know there is no God" emerged as the least defensible. As the British writer G.K. Chesterton famously remarked, "Atheism is the most daring of all dogmas, for it is the assertion of a universal negative."

But reason alone cannot prove the existence of God. Faith is reason plus revelation, and the revelation part requires one to think with the spirit as well as with the mind. You have to hear the music, not just read the notes on the page. Ultimately, a leap of faith is required.

Well, bagi yang belum terbiasa dan ingin tahu lebih jauh dengan argumen rasional tentang eksistensi Tuhan bisa membaca, "Menalar Tuhan" karangan Franz-Magnis Suseno, SJ. Setidaknya ini yang ada dalam bahasa indonesia.

Mengenai hubungan antara iman dan akal budi dijelaskan dengan baik dalam Konsili Vatikan I (Session 3: 24 April 1870-Konstitusi Dogmatik mengenai Iman Katolik [sambungan] BAB IV IMAN DAN AKAL BUDI No. 4)

4. Now reason,
  • does indeed
    • when it seeks persistently, piously and soberly,
  • achieve
    • by God's gift
  • some understanding,
    • and that most profitable,
  • of the mysteries,
    • whether by analogy from what it knows naturally,
    • or from the connexion of these mysteries
      • with one another and
      • with the final end of humanity;
but reason
  • is never rendered capable of penetrating these mysteries
  • in the way in which it penetrates those truths which form its proper object.
  • For
    • the divine mysteries,
    • by their very nature,
    • so far surpass the created understanding
    • that, even when a revelation has been given and accepted by faith,
    • they remain covered by the veil of that same faith and wrapped, as it were, in a certain obscurity,
    • as long as in this mortal life we are away from the Lord,
    • for we walk by faith, and not by sight
5. Even though faith is above reason, there can never be any real disagreement between faith and reason, since
  • it is the same God
    • who reveals the mysteries and infuses faith, and
    • who has endowed the human mind with the light of reason.

Senin, 13 Agustus 2007

Kontroversi Naju


Karena ada permintaan untuk menampilkan salah satu mukjizat Ekaristi dimana Roti yang telah dikonsakrir berubah menjadi daging, aku memutuskan untuk memilih Naju. Ini mungkin mengecewakan, tapi menarik.

Mukjizat yang terjadi di Naju, yang dialami oleh Julia Kim mungkin sudah sering didengar orang. Anda mungkin sudah pernah melihat foto seperti yang saya tampilkan di artikel ini.

Bagaimanapun, reaksi dari Hierarki adalah negatif. Pada tanggal 1 Januari 1998, Uskupagung Kwangju Msgr. Victorinus Kong Hee Youn mengeluarkan pernyataan resmi yang isinya menyangkal ke-otentik-an dari segala penampakan dan mukjizat yang terjadi di Naju.

Salah satu isi pernyataan itu menyatakan bahwa:
the phenomenon of the Eucharist changing into a lump of bloody flesh in Julia's mouth is in conflict with the doctrine of the Church that says that even after the bread and wine are transubstantiated into the body and blood of Christ with the formula of priests’ consecration, the species of bread and wine remain"

Beberapa web yang dibuat oleh pendukung Julia mengatakan bahwa dalam versi asli bahasa Korea pernyataan ini memuat frasa "rupa roti dan anggur harus tetap tinggal". Karena aku tidak mengerti bahasa Korea, jadi kita cukup mengacu pada versi terjemahan resmi dalam bahasa inggrisnya saja.

Sebelum lebih jauh mari melihat apa yang diajarkan oleh Gereja secara tepat.

CHAPTER IV.
On Transubstantiation.

And because that Christ, our Redeemer, declared that which He offered under the species of bread to be truly His own body, therefore has it ever been a firm belief in the Church of God, and this holy Synod doth now declare it anew, that, by the consecration of the bread and of the wine, a conversion is made of the whole substance of the bread into the substance of the body of Christ our Lord, and of the whole substance of the wine into the substance of His blood; which conversion is, by the holy Catholic Church, suitably and properly called Transubstantiation.

CANON I.-If any one denieth, that, in the sacrament of the most holy Eucharist, are contained truly, really, and substantially, the body and blood together with the soul and divinity of our Lord Jesus Christ, and consequently the whole Christ; but saith that He is only therein as in a sign, or in figure, or virtue; let him be anathema.

CANON lI.-If any one saith, that, in the sacred and holy sacrament of the Eucharist, the substance of the bread and wine remains conjointly with the body and blood of our Lord Jesus Christ, and denieth that wonderful and singular conversion of the whole substance of the bread into the Body, and of the whole substance of the wine into the Blood-the species Only of the bread and wine remaining-which conversion indeed the Catholic Church most aptly calls Transubstantiation; let him be anathema.

CANON III.-If any one denieth, that, in the venerable sacrament of the Eucharist, the whole Christ is contained under each species, and under every part of each species, when separated; let him be anathema.

CANON IV.-If any one saith, that, after the consecration is completed, the body and blood of our Lord Jesus Christ are not in the admirable sacrament of the Eucharist, but (are there) only during the use, whilst it is being taken, and not either before or after; and that, in the hosts, or consecrated particles, which are reserved or which remain after communion, the true Body of the Lord remaineth not; let him be anathema.

CANON V.-If any one saith, either that the principal fruit of the most holy Eucharist is the remission of sins, or, that other effects do not result therefrom; let him be anathema.

CANON VI.-If any one saith, that, in the holy sacrament of the Eucharist, Christ, the only-begotten Son of God, is not to be adored with the worship, even external of latria; and is, consequently, neither to be venerated with a special festive solemnity, nor to be solemnly borne about in processions, according to the laudable and universal rite and custom of holy church; or, is not to be proposed publicly to the people to be adored, and that the adorers thereof are idolators; let him be anathema.

CANON VII.-If any one saith, that it is not lawful for the sacred Eucharist to be reserved in the sacrarium, but that, immediately after consecration, it must necessarily be distributed amongst those present; or, that it is not lawful that it be carried with honour to the sick; let him be anathema.

CANON VIII.-lf any one saith, that Christ, given in the Eucharist, is eaten spiritually only, and not also sacramentally and really; let him be anathema.

CANON IX.-If any one denieth, that all and each of Christ's faithful of both sexes are bound, when they have attained to years of discretion, to communicate every year, at least at Easter, in accordance with the precept of holy Mother Church; let him be anathema.

CANON X.-If any one saith, that it is not lawful for the celebrating priest to communicate himself; let him be anathema.

CANON XI.-lf any one saith, that faith alone is a sufficient preparation for receiving the sacrament of the most holy Eucharist; let him be anathema. And for fear lest so great a sacrament may be received unworthily, and so unto death and condemnation, this holy Synod ordains and declares, that sacramental confession, when a confessor may be had, is of necessity to be made beforehand, by those whose conscience is burthened with mortal sin, how contrite even soever they may think themselves. But if any one shall presume to teach, preach, or obstinately to assert, or even in public disputation to defend the contrary, he shall be thereupon excommunicated.

Ajaran iman Gereja samasekali tidak mensyaratkan bahwa tampak rupa (accidens) roti dan anggur harus tetap tinggal sesudah konsekrasi, walaupun umumnya yang terjadi adalah demikian, seperti juga bahkan dalam Perjamuan Malam Terakhir inilah yang terjadi dimana substansi berubah namun accidens nya tetap. Defisini Trente hanya menjelaskan melalui konsekrasi substansi roti dan anggur berubah menjadi substansi Tubuh dan Darah Tuhan.

Dan juga jika kita membaca Kanon-Kanon dari Konsili Trente tidak terdapat satu anathema (kutukan) pun yang ditujukan kepada terjadinya perubahan accidens dari roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah sesudah Konsekrasi.

Katekismus Gereja Katolik 1992 (yang juga mengutip Trente) juga mengatakan hal yang sama:

1376 The Council of Trent summarizes the Catholic faith by declaring: "Because Christ our Redeemer said that it was truly his body that he was offering under the species of bread, it has always been the conviction of the Church of God, and this holy Council now declares again, that by the consecration of the bread and wine there takes place a change of the whole substance of the bread into the substance of the body of Christ our Lord and of the whole substance of the wine into the substance of his blood. This change the holy Catholic Church has fittingly and properly called transubstantiation

Kita melihat bahwa baik Konsili Trente dan Katekismus Gereja Katolik 1992 samasekali tidak punya sentimen negatif terhadap terjadinya perubahan accidens sesudah konsekrasi seperti yang dialami oleh Julia Kim dan juga mukjizat-mukjizat Ekaristi lainnya.

Deklarasi dari Msgr. Victorinus Youn tampaknya punya masalah besar karena dengan itu ia menyangkal kemungkinan terjadinya mukjizat Ekaristi, Why? Dia menuntut rupa roti dan anggur tetap tinggal, dan ini tidak pernah dituntut oleh definisi dogmatik dari Konsili Trente.

Uskupagung Kwangju yang berkuasa sekarang yaitu Msgr. Andreas Choi Chang Mou, masih mempertahankan keputusan pendahulunya ini. Sementara para pendukung Julia terus berusaha untuk minta banding kepada Tahta Suci walaupun usaha mereka belum menggembirakan.

Bagaimanapun tulisan ini hanya menyangkut soal pandangan Msgr. Victorinus Youn tentang mukjizat Ekaristi di Naju dan samasekali tidak menyentuh soal-soal lain yang berkaitan dengan Naju. Jadi jangan diartikan bahwa aku mengakui bahwa segala fenomena yang terjadi di Naju itu otentik, aku tidak punya opini soal ini dan menanti keputusan yang lebih definitif. Dan sementara itu adalah penting untuk tidak melanggar apa yang ditentukan oleh Uskupagung Kwangju (dan untungnya sebagian besar tidak berkaitan langsung dengan kebanyakan kita).

Oh..kadang sebagian orang merasa bahwa sikap Gereja mengutuk (meng-anathema) ajaran sesat terlalu keras. Bagaimanapun sikap ini punya akar alkitabiah yang sangat kuat. Untuk gampangnya Gal 1:8 menampilkan kutukan St.Paulus terhadap ajaran "wajib sunat" yang diajarkan sebagian golongan Kristen-Yahudi. Mudah-mudahan lain kali soal ini akan dibahas lebih detail.

Dan bagi yang tidak terbiasa dengan istilah substansi dan accidens, secara gampang bisa dikatakan bahwa substansi= hakekat sementara accidens= tampak luar/tampilan fisik dari sesuatu.

Minggu, 12 Agustus 2007

Terjemahan Literalku untuk kata-kata Konsekrasi

Atas Roti

Latin (MR 2002):
ACCIPITE ET MANDUCATE EX HOC OMNES: HOC EST ENIM CORPUS MEUM, QUOD PRO VOBIS TRADETUR

Indonesia (TPE 2005/Terjemahan resmi):
TERIMALAH DAN MAKANLAH: INILAH TUBUHKU YANG DISERAHKAN BAGIMU

Indonesia (In The Way of Perfection):
TERIMALAH DAN MAKANLAH KAMU SEMUA: INILAH TUBUHKU YANG DISERAHKAN BAGIMU

Atas Piala

Latin (MR 2002):
ACCIPITE ET BIBITE EX EO OMNES: HIC EST ENIM CALIX SANGUINIS MEI NOVI ET AETERNI TESTAMENTI, QUI PRO VOBIS ET PRO MULTIS EFFUNDETUR IN REMISSIONEM PECCATORUM. HOC FACITE IN MEAM COMMEMORATIONEM.

Indonesia (TPE 2005/ Terjemahan resmi):
TERIMALAH DAN MINUMLAH: INILAH PIALA DARAHKU, DARAH PERJANJIAN BARU DAN KEKAL, YANG DITUMPAHKAN BAGIMU DAN BAGI SEMUA ORANG DEMI PENGAMPUNAN DOSA. LAKUKANLAH INI UNTUK MENGENANGKAN DAKU.

Indonesia (In The Way of Perfection):
TERIMALAH DAN MINUMLAH KAMU SEMUA: INILAH PIALA DARAHKU, DARAH PERJANJIAN BARU DAN KEKAL, YANG DITUMPAHKAN BAGIMU DAN BAGI BANYAK ORANG UNTUK PENGAMPUNAN DOSA. LAKUKANLAH INI DALAM KENANGAN AKAN AKU.

Untuk informasi

MR=Missale Romanum yaitu buku berisi tata cara, doa-doa dan antifon (kutipan pendek dari Alkitab atau dari Tradisi yang seharusnya dinyanyikan sebagai lagu pembukaan, persiapan persembahan dan Komuni walaupun dalam praktek boleh digantikan [bahkan hampir selalu] dengan lagu lain) Misa dalam bahasa latin dan merupakan edisi acuan untuk semua terjemahan Tata Perayaan Ekaristi dalam berbagai bahasa. Edisi yang berlaku sekarang ini adalah Missale Romanum edisi 2002.

TPE= Tata Perayaan Ekaristi, terjemahan resmi bahasa Indonesia dari bagian Ordo Missae (Bagian Misa yang selalu sama setiap harinya atau umum kita sebut "Tata cara Misa" atau "Tata Perayaan Ekaristi") dalam buku Missale Romanum. Dikeluarkan tahun 2005 dan karenanya disebut demikian. Dalam edisi bahasa indonesia bagian-bagian lain dari buku Missale Romanum diterbitkan secara terpisah dalam beberapa buku.

Hosti? Apa itu?

Biasanya istilah Hosti dikenakan kepada roti gandum tidak beragi berbentuk bulat pipih berwarna putih yang digunakan dalam Misa kudus. Penyebutan ini walaupun umum digunakan tapi pada dasarnya kurang tepat. Kata Hosti (hostia) dalam bahasa latin berarti “sesuatu yang dipersembahkan sebagai kurban” atau sacrifical victim. Untuk mempermudah kita bisa mengingat bahwa dalam kurban Perjanjian Lama hostia-nya adalah domba, lembu ataupun burung merpati, sementara dalam hari raya Idul Adha yang dirayakan saudara-saudara Muslim hostia-nya adalah kambing, sapi, kerbau atau unta.

Lalu apa hostia dalam Misa? Hostia dalam Misa ialah Tuhan kita Yesus Kristus yang hadir dalam rupa roti dan anggur. Hal itu tampak jelas dalam teks-teks Misa dibawah ini:

Prex Eucharistica I
“…..offerimus praeclare maiestati tuae de tuis donis ac datis: Hostiam puram, Hostiam sanctam, Hostiam immaculatam, Panem sanctum vitae aeternae et Calicem salutis perpetuae.”
[…kami mempersembahkan kehadiratMu yang mulia pemberianMu sendiri: Kurban yang murni, Kurban yang kudus, Kurban yang tak bernoda, Roti kudus kehidupan abadi dan Piala keselamatan kekal]

Prex Eucharistica III
“Respice, quaesumus, in oblationem Ecclesiae tuae et, agnoscens Hostiam, cuius voluisti immolatione placari.”
[Berkenanlah, kami mohon, akan persembahan GerejaMu, dan indahkanlah Kurban ini, yang telah disembelih untuk pendamaian kami.]

Prex Eucharistica IV
“Respice Domine, in Hostiam, quam Ecclesiae tuae ipse parasti, et concede benginus omnibus qui ex hoc uno Pane participabunt et Calice, ut in unum corpus a Sancto Spiritu congregati, in Christo hostia viva perficiantur, ad laudem gloriae tuae.”
[Berkenanlah Tuhan, akan Kurban, yang telah Engkau sediakan sendiri bagi GerejaMu, dan kami mohon berbaikhatilah agar semua orang yang mengambilbagian dalam satu Roti dan Piala ini dihimpun menjadi satu tubuh oleh Roh Kudus, dan dalam Kristus mereka menjadi kurban yang hidup sebagai pujian bagi kemuliaanMu.]

Apa yang tampak dalam teks-teks Misa ini sudah pasti hanya meneruskan gagasan dari Kitab Suci bahwa satu-satunya Imam dan Kurban Perjanjian Baru ialah Kristus (Ibr 9:12), dimana satu kali untuk selamanya Ia telah mengurbankan diriNya di atas kayu Salib, selain itu gagasan yang sama juga muncul dalam prefasi V Masa Paskah yang mengatakan:

“Qui, oblatione corporis sui, antiqua sacrifcia in crucis veritate perfecit, et, seipsum tibi pro nostra salute commendans, idem sacerdos, altare et agnus exhibuit.”
[Yang dengan persembahan tubuhNya disalib menyempurnakan kurban-kurban lama untuk keselamatan kami dimana Ia bertindak serentak sebagai Imam, Altar, dan Anakdomba]

Bahwa Kristus di Salib hanya satu kali ini tidak berarti bahwa KurbanNya selesai dengan berakhirnya Penyaliban tetapi yang terjadi ialah KurbanNya dikekalkan untuk selamanya, dan itulah sebabnya St. Yohanes dalam Kitab Wahyu melihat bahwa Anakdomba itu berdiri dengan tampak seperti telah disembelih (Why 5:6), Kurban Kristus tidak berhenti dengan selesainya penyaliban tapi justru terus berlangsung selamanya, dan penghadiran dari Kurban Kristus yang kekal itu kita lakukan dalam Misa Kudus.

Ini juga berarti bahwa jika kita berpartisipasi dalam Misa dan teristimewa jika kita menyambut Komuni maka kita pun ikut menjadi kurban bersama Kristus. Gagasan ini digemakan dalam Doa Syukur Agung III sebagaimana tampak dalam kutipan diatas dan juga oleh St. Paulus yang mengatakan, “persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah (Rom 12: 1)” dan juga diulangi oleh Konsili Vatikan II yang menegaskan:

“Sebab semua karya, doa-doa dan usaha kerasulan mereka, hidup mereka selaku suami-istri dan dalam keluarga, jerih payah mereka sehari-hari [artinya: kerja profesi, belajar,dst], istirahat bagi jiwa dan badan mereka, bila dijalankan dalam Roh, bahkan beban-beban hidup bila ditanggung dengan sabar, menjadi kurban rohani, yang dengan perantaraan Yesus Kristus berkenan kepada Allah. Kurban itu dalam Perayaan Ekaristi, bersama dengan persembahan tubuh Tuhan, penuh khidmat dipersembahkan kepada Bapa (Lumen Gentium 34).”

Pengakuan Iman Tridentine (Pius IV)

Pengakuan Iman Tridentine atau yang dikenal sebagai Pengakuan Iman Pius IV, adalah satu dari empat Pengakuan Iman resmi Gereja Katolik. Ia dikeluarkan pada tanggal 13 November 1565 oleh Paus Pius IV dengan bula “Iniunctum nobis” dibawah dukungan Konsili Trente (1545-1563). Ia mengalami perubahan kecil setelah Konsili Vatikan I (1869-1870) untuk memberi penekanan lebih pada definisi dogmatik Konsili. Tujuan utama Pengakuan Iman ini adalah untuk menjelaskan batasan iman Katolik terhadap ajaran-ajaran sesat. Pada masa lalu ia digunakan untuk pernyataan sumpah setia para ahli teologi terhadap Gereja dan untuk mendamaikan orang kristen non-katolik ataupun anggota Gereja yang terkeskomunikasi yang kemudian diterima (kembali) ke dalam Gereja, tetapi kini sudah jarang digunakan. Dibawah ini adalah terjemahan saya, jadi dengan sendirinya juga tidak resmi.


Saya …., dengan iman yang teguh mempercayai dan mengakui setiap dan semua yang terkandung dalam Pengakuan Iman yang digunakan oleh Gereja Romawi Kudus yaitu:

Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi, dan akan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan. Dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal, Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad. Allah dari allah, terang dari terang, Allah benar dari allah benar, Ia dilahirkan bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa: segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. Ia turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita. Ia dikandung dari Roh Kudus dilahirkan Perawan Maria, dan menjadi manusia. Ia pun disalibkan untuk kita waktu Pontius Pilatus; Ia menderita sampai wafat dan dimakamkan, pada hari ketiga Ia bangkit, menurut Kitab Suci, Ia naik ke surga duduk di sisi Bapa. Ia akan kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati; kerajaan-Nya takkan berakhir. Aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan: Ia berasal dari Bapa dan Putera. Yang serta Bapa dan Putera disembah dan dimuliakan: Ia bersabda dengan perantaraan para nabi. Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Aku mengakui satu pembaptisan demi pengampunan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati dan hidup di akhirat. Amin

Tradisi Apostolik dan Gerejani dan semua penetapan dan konstitusi dari Gereja yang sama itu juga dengan teguh saya pegang dan akui.

Saya juga menerima Kitab Suci menurut arti yang dipercayai oleh Bunda Gereja Kudus, yang adalah hak Gereja untuk menentukan makna dan penafsiran yang sejati dari Kitab Suci. Aku juga tidak akan pernah mempercayai dan menyetujui penafsiran Kitab Suci selain daripada menurut arti yang berasal dari kesepakatan mutlak para Bapa.

Saya juga mengakui Tujuh Sakramen Hukum Baru yang sejati dan benar, ditetapkan oleh Yesus Kristus Tuhan kita, dan bahwa sakramen-sakramen itu perlu untuk keselamatan semua orang walaupun tidak semuanya perlu untuk semua orang, yaitu; Baptis, Krisma, Ekaristi, Pengakuan Dosa, Pengurapan Orang Sakit, Imamat dan Perkawinan; dan bahwa sakramen-sakramen ini menyalurkan rahmat; dan bahwa Baptisan, Krisma, dan Tahbisan tidak dapat diulangi kembali kecuali itu adalah pelecehan. Saya juga menerima dan mengakui tata upacara dalam Gereja Katolik dengan upacara meriah dalam melayani sakramen-sakramen itu.

Saya menerima dan mengakui setiap dan semua yang didefinsikan dan dinyatakan oleh Konsili Suci Trente menyangkut dosa asal dan pembenaran

Saya mengakui, bahwa di dalam Misa dipersembahkan kurban yang benar, yang layak, dan yang berkenan kepada Allah bagi orang yang hidup dan yang mati; dan bahwa dalam sakramen Ekaristi yang mahakudus hadirlah secara benar, real dan substansial Tubuh dan Darah bersama dengan Jiwa dan Keilahian Tuhan kita Yesus Kristus; dan bahwa terjadi perubahan seluruh hakekat roti menjadi Tubuh dan hakekat anggur menjadi Darah, yang perubahan ini oleh Gereja Katolik disebut sebagai Transubstansiansi.

Aku juga mengakui bahwa di dalam salah satu rupa saja Kristus diterima secara utuh dan menyeluruh, dan sebagai sakramen sejati.

Aku berpegang teguh bahwa Api Penyucian itu ada, dan bahwa jiwa-jiwa disana terbantu oleh doa orang beriman. Begitu juga, bahwa para kudus, yang memerintah bersama Kristus, adalah untuk dihormati dan diserukan namanya, dan bahwa mereka mempersembahkan doa kepada Allah untuk kita, dan bahwa relikui mereka harus dihormati. Aku juga dengan teguh mengakui bahwa gambar atau patung dari Kristus, Bunda Allah yang tetap perawan dan para kudus lain hendaknya dijaga, dirawat dan dihormati.

Saya juga mengakui kuasa indulgensi yang diberikan Kristus kepada Gereja dan berguna untuk kesejahteraan rohani umat beriman.

Aku mengakui Gereja Kudus Katolik Apostolik Romawi sebagai ibu dan guru dari semua gereja-gereja; dan aku menjanjikan kepatuhan sejati kepada Uskup Roma, pengganti St. Petrus Pangeran Para Rasul, dan Wakil Yesus Kristus.

Aku juga tanpa ragu-ragu menerima dan mengakui semua hal lain yang disampaikan, didefinisikan, dan dinyatakan oleh Kanon-kanon suci, dan Konsili-konsili Oikumenis, dan secara khusus oleh Konsili Oikumene Trente dan Vatikan, secara khusus menyangkut keutamaan Uskup Roma dan ajarannya yang tidak dapat salah. Aku mengecam, menolak dan mengutuk segala hal yang bertentangan dengannya, dan semua bidaah yang telah dikecam, ditolak dan dikutuk oleh Gereja.

Inilah iman Katolik sejati, yang tak ada seorangpun dapat selamat tanpanya, yang kini dengan bebas aku akui dan kepadanya aku benar-benar berpegang, aku mengakui dan bersumpah untuk memeliharanya secara tak bercela dan dengan pertolongan Allah terus berpegang padanya sampai nafas terakhir hidupku.

Dan aku akan berjuang, sejauh yang aku bisa, agar iman yang sama ini dipegang, diajarkan dan diakui oleh semua orang yang aku jumpai. Aku….bernazar, berjanji, dan bersumpah demi Injil Suci, jadi tolonglah aku Tuhan.


Episcopal Bishop Return to Catholic Church

Dari CWN

Seorang Uskup Emeritus Gereja Episkopal telah kembali ke dalam Gereja Katolik, meninggalkan Keuskupan Episkopal Forth Worth, texas, untuk kedua kalinya, sebagaimana dilaporkan Episcopal News Service. Uskup Clarence Pope sebelumnya telah mengundurkan diri dari posisinya di Texas tahun 1995, dan menunjukkan keinginannya untuk menjadi Imam Katolik. Tapi ia meninggalkan rencana itu, dan kembali ke dalam Gereja Episkopal pada akhir tahun yang sama. Kini pada usia 76 tahun Uskup Pope kembali memasuki Gereja Katolik bersama dengan istrinya. "Kami mengharapkan yang baik baginya", kata Uskup Jack Iker, yang merupakan Uskup yang sekarang ini memimpin Gereja Episkopal di Forth Worth. Tahun 1995 Uskup Pope diterima dalam Gereja Katolik oleh Kardinal Bernard Law

Waktu itu, mereka berdua dilaporkan mencari persetujuan Vatikan untuk pendirian Prelatur Personal bagi para Anglikan yang memasuki Gereja Katolik dimana Uskup Pope akan menjadi kepalanya. Namun rencana ini gagal, dan Pope meninggalkan Gereja Katolik. Tahun 1995, saat ia kembali menjadi Episkopal, Uskup Pope mengatakan bahwa dia merasa kesulitan dengan persyaratan yang diajukan agar ia dapat ditahbiskan menjadi Imam Katolik, yaitu ia diminta untuk menyangkal ke-valid-an tahbisannya sebagai klerus Gereja Episkopal. Dalam mengumumkan kepindahan Uskup Pope ke dalam Gereja Katolik, Episcopal News Service tidak menyebutkan rencana Uskup Pope untuk menjadi Imam Katolik.

Well, with the name Pope ...

Judith and Mary

Aku tidak salah ketik! Kita tidak membicarakan “Judy and Mary” yang menyanyikan salah satu opening theme dari Rurouni Kenshin -kalau tidak salah ingat judulnya “Sobakazu”. Bacaan Misa dalam Missale Romanum 1962 (Tridentine) pada Hari Raya Maria Diangkat ke Surga memang bercerita tentang dua tokoh ini (Bacaan Injil diambil dari Luk 1: 41-50).

Pertama, mari kita lihat Judith. Judith adalah seorang janda yang dikenang dalam sejarah Israel sebagai pahlawan karena membinasakan musuh besar mereka Holofernes. Dengan berani Judith masuk ke dalam perkemahan musuh, dengan kecantikannya ia berhasil membuat musuh lengah dan Holofernes yang tak mampu menahan diri mengajaknya masuk ke kamar. Saat Holofernes tertidur maka beraksilah Judith dan matilah penindas bangsa Israel itu.

Tokoh Maria, tentu tak asing lagi. Liturgi hari ini memparalelkan keduanya, Judith adalah seorang perempuan cantik yang hidup benar dan dibimbing Allah untuk membunuh musuh Israel, dan Maria perawan yang cantik tak bernoda juga dalam kesatuan dengan Puteranya membinasakan musuh sejati umat manusia yaitu setan.

Dalam bacaan hari ini dikatakan tentang Judith:
“Allah yang mahatinggi memberkati engkau, hai anakku, lebih daripada semua perempuan di atas bumi: dan terpujilah Tuhan Allah, yang menciptakan langit dan bumi! Ia telah membimbing engkau untuk menghancurkan kepala panglima para musuh kita. Sungguh kenangan akan kepercayaanmu tak pernah akan lenyap dari hati manusia yang selama-lamanya akan mengenangkan kekuatan Allah. Sebab engkau tidak menyayangkan hidupmu sendiri ketika bangsa kita direndahkan. Sebaliknya engkau telah mencegah keruntuhan kita dengan berlaku benar di hadapan Allah kita! Engkaulah keluhuran Yerusalem, kebanggaan besar bagi Israel dan kemegahan besar bagi bangsa kita.” (Yudit 13:18, 19, 20; 15:9b)

Dalam teks ini kita juga dapat melihat hidup Perawan Maria, yang tidak menyayangkan hidupnya sendiri ketika bangsa manusia direndahkan dalam kekuasaan setan. Maria menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah untuk menjadi ibu dari Penebus kita dan dengan demikian membuka jalan bagi hancurnya kepala ular. Maria juga telah mencegah keruntuhan manusia dengan berlaku benar dihadapan Allah, bertolak belakang dengan Hawa yang percaya kepada tipu daya ular, maka Maria lebih memilih untuk percaya pada Gabriel yang membawa berita dari Allah, sehingga iblis yang memperdaya wanita pada pohon pengetahuan yang baik dan jahat kini harus takluk pada pohon salib karena kepercayaan seorang wanita.

Kepada dua wanita perkasa ini Gereja menyanjung mereka dan bernyanyi:
“Engkaulah keluhuran Yerusalem, kebanggaan besar bagi Israel dan kemegahan besar bagi bangsa kita.”

Kisah hidup kedua pribadi ini memberi pesan yang sama kuat bahwa mereka yang dianggap lemah justru dipilih Allah untuk membinasakan mereka yang dianggap kuat. Allah hanya membutuhkan kesediaan dan kesetiaan kita dan dengan itu Ia akan melakukan hal-hal besar bagi kita.

Hari ini Perawan Maria diangkat ke Surga, para malaikat bergembira! Alleluia! (Bait Pengantar Injil)

Sabtu, 11 Agustus 2007

Firman yang dipersingkat

Dalam Yesus Kristus, yang adalah tujuannya, hukum Lama menemukan kesatuannya yang mendasar. Setelah berabad-abad, segala sesuatu yang ada dalam Hukum itu terpenuhi dalam Dia. Adalah Dia yang merupakan keseluruhan Kitab Suci, yang sejak semua dialah satu-satunya Firman Allah.

Dalam Dia verba multa [banyak firman] dari para penulis Alkitab menjadi untuk selama-lamanya Verbum unum [satu-satunya Firman]. Tanpa Dia, maka, ikatan kesatuan terlepas: Firman Allah sekali lagi tercerai menjadi potongan-potongan firman manusia; dengan banyak kata-kata, tidak hanya jumlah, tetapi juga makna tanpa kemungkinan kesatuan, karena seperti yang dikatakan oleh Hugo dari St. Viktor, “multi sunt sermones hominis, quia cor hominis non est unum” [banyaklah kata-kata manusia, karena hati manusia bukan satu].

Lihatlah, inilah satu-satunya Firman. Lihatlah Dia tinggal diantara kita, “Dia yang keluar dari Sion”(Yes 2:3), yang menjadi daging dalam rahim Sang Perawan. Omnem Scipturae universitatem, omne verbum suum Deus in uteruo virginis coadunavit [seluruh isi Kitab Suci, seluruh kata-katanya disatukan kembali oleh Allah dalam rahim Perawan itu].

Lihatlah sekarang kesatuan yang nyata, menyeluruh dan unik. Firman yang dipersingkat, yang dipadatkan, bukan hanya dalam arti pokoknya, tapi juga bahwa Dia yang dalam diri-Nya sendiri tak terjangkau dan tak dapat dimengerti, Dia yang dalam kekekalan berada di pangkuan Bapa merendahkan diri-Nya dalam rahim Perawan atau menyederhanakan diri-Nya ke dalam bentuk anak kecil di palungan Betlehem, seperti yang dengan yakin juga dikatakan oleh St. Bernard dan puteranya, seperti yang diulangi oleh M. Olier dalam himne Ofisi tentang hidup batin Maria [himne Ibd. Sore I HR. St, Maria Bunda Allah, Ibadat Harian hal. 84], dan juga yang baru saja kemarin diulangi oleh Romo Teilhard de Chardin; tetapi juga yang dan pada saat yang sama, dalam arti ini, isi Kitab Suci yang banyak itu, yang tersebar melintasi abad-abad, yang menantikan pada saat yang bersamaan ditampilkan kembali dan sekaligus dipenuhi dalam Dia, yaitu bahwa kata-kata Kitab Suci itu menjadi satu, lengkap, jelas, terjangkau, dan diilahikan dalam Diri-Nya. Semel locutus est Deus: Allah menyampaikan satu-satunya Firman-Nya, bukan hanya dalam diri-Nya, dalam kekekalan-Nya yang tak terjangkau.

Diambil dari:
Henri de Lubac, Esegesi Medievale. I quattro sensi della Scrittura [The Medieval Exegesis. The Four senses of the Scripture] Volume III, Jaca Book, Milano 1996.

Translated from the english translation found in 30Days In the Church and in the World [The english edition of italian magazine 30Giorni nella Chiesa e nel mondo directed by Giulio Andreotti] Year XXIV Number 12, 2006, pp 35-38.

Dari Jalan Kesempurnaan (St. Theresa Avila)

Alasan aku mendirikan Biara ini dengan peraturan yang ketat.

Ketika aku mulai mengambil langkah pertama menuju pendirian biara ini, bukanlah tujuanku bahwa dalam biara ini harus ada kemiskinan lahiriah atau bahwa rumah kita ini tidak memiliki pendapatan samasekali, bahkan aku menginginkan bahwa kita hidup tidak berkekurangan. Kenyataannya, bahwa keinginanku itu adalah keinginan yang menunjukkan betapa lemah dan tak bergunanya saya ini, bahwa saya disamping digerakkan oleh keinginan-keinginan yang baik ternyata juga telah digerakan oleh keinginan-keinginan saya untuk hidup nyaman.

Pada masa itu, saya telah mendengar berita tentang kekacauan yang terjadi di Perancis dan tentang pemberontakan orang-orang Lutheran telah terjadi dan bagaimana sekte yang mengerikan ini kemudian berkembang. Berita ini telah membuatku tertekan, dan aku berharap agar aku bisa melakukan sesuatu atau seandainya aku telah melakukan sesuatu, aku berseru kepada Tuhan dan memohon kepada-Nya bahwa aku dapat melakukan sesuatu untuk menghentikan kejahatan ini. Aku berpikir bahwa aku akan memberikan seribu nyawaku untuk dapat memenangkan kembali satu jiwa saja diantara banyak jiwa yang telah terhilang. Aku kemudian menyadari bahwa aku adalah perempuan yang tidak berguna dan tidak mampu untuk melakukan satu hal pun yang berguna yang ingin aku lakukan untuk melayani Tuhan.

Tetapi semua keinginan itu tetap tinggal dalam diriku, karena Tuhan kita masih memiliki banyak musuh dan betapa sedikit sahabat-Nya dan sahabat-sahabat-Nya ini haruslah menjadi sahabat yang baik. Akhirnya aku memutuskan untuk melakukan hal kecil ini, yang ada dalam kemampuanku; yaitu, untuk mengikuti nasehat-nasehat Injil dengan sebaik-baiknya, dan bahwa sedikit orang yang tinggal di sini akan melakukan hal yang sama. Aku melakukan ini dalam kepercayaan yang besar akan kebaikan Tuhan, yang tidak pernah lalai menolong mereka yang ingin memberikan segalanya bagi Dia. Kepercayaanku ialah, bahwa jika para saudari ini melakukan sesuai dengan apa yang telah kutentukan bagi mereka, maka kesalahanku tidak akan mempunyai pengaruh di tengah begitu banyak kebaikan yang mereka lakukan; dan dengan begitu aku akan dapat menyenangkan Tuhan dalam suatu cara. Sejak semula kami semua bertekun dalam doa bagi para pembela Gereja, bagi para pengkhotbah, dan bagi para pria terpelajar yang melindungi Bunda Gereja dari segala serangan; kami berharap bahwa kami dapat cukup menolong Tuhan kami yang diperlakukan begitu buruk oleh mereka yang telah Ia perlakukan dengan begitu baik; tampaknya para pengkhianat itu ingin menyalibkan Dia lagi dan agar Dia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya.

Oh Penebusku, hatiku tak dapat menanggung semua ini tanpa kesedihan yang amat sangat. Apa yang telah terjadi dengan orang-orang Kristen pada zaman ini? Apakah harus selalu terjadi bahwa mereka yang paling Kau kasihi justru merekalah yang paling menyakiti-Mu? Untuk mereka itulah Engkau telah melakukan karya-Mu yang agung, untuk mereka yang Kau pilih menjadi sahabat-Mu, untuk mereka-kah Engkau berjalan dan bersekutu melalui Sakramen-sakramen-Mu? Tidak kah mereka dipuaskan dengan siksaan yang telah Kau derita untuk mereka?

Tetapi Tuhanku, mereka yang pada zaman sekarang ini menarik diri dari dunia pun tidak melakukan apapun. Apa yang dapat kami harapkan dari dunia sekarang ini, yang begitu sedikit menaruh perhatian pada-Mu? Mungkinkah kami berharap untuk dapat diperlakukan sedikit lebih baik? Dapatkah kami memperlakukan lebih baik mereka yang ada dalam dunia ini agar mereka tetap mempertahankan persahabatannya dengan kami? Apa ini? Apakah sekarang ini kami mengharapkan bahwa kami, karena kebaikan Tuhan, dibebaskan dari sekte, yang bagaikan wabah serangga yang menyerang tubuh, telah membuat para pengikutnya menjadi milik iblis? Bagaimanapun, mereka telah mendapat hukumannya sendiri dengan tangan mereka dan dengan mudahnya mencapai api abadi dengan segala kesenangan mereka. Itulah yang harus mereka khawatirkan! Tetap lah, hatiku begitu hancur melihat begitu banyak jiwa terhilang. Aku tak dapat membayangkan betapa parahnya kejahatan ini- yang tak dapat diperbaiki- Aku tak mau melihat ada lagi yang terhilang setiap harinya.

O para saudariku dalam Kristus, bantulah aku memohon hal-hal ini kepada Tuhan. Untuk inilah Dia mengumpulkan kalian disini. Inilah panggilan kalian. Inilah urusan pekerjaan yang harus kalian tekuni. Hal ini harus menjadi keinginanmu, menjadi hal yang kalian tangisi, menjadi hal yang kalian mohon dalam permohonan kalian- dan ini bukan urusan duniawi, saudariku. Aku tertawa dan bahkan tertekan mengenai hal-hal yang diminta oleh orang yang datang kesini untuk kita doakan: untuk meminta dari Yang Mulia kesejahteraan dan uang- dan ini dilakukan oleh orang yang aku ingin meminta dari-Nya rahmat agar ia meletakan segala sesuatu dibawah kaki-Nya. Hal-hal ini tidak diinginkan, dan jika di akhir kita berdoa untuk permohonan-permohonan mereka ini, kita melakukan itu karena devosi mereka- biarpun aku sendiri berkeyakinan bahwa Tuhan tidak akan mendengarkan aku untuk permohonan-permohonan semacam itu. Dunia saat ini sedang terbakar, mereka ingin menghukum Kristus lagi, dan untuk itu mereka telah membangkitkan kembali ribuan saksi palsu untuk melawan Dia; mereka ingin menghancurkan Gereja-Nya- dan apakah kita akan membuang waktu untuk meminta agar Tuhan memberikan harta benda duniawi sementara satu jiwa terhilang dari surga? Tidak, saudariku, ini bukan waktu untuk berdiskusi dengan Tuhan mengenai urusan yang tidak penting seperti itu. Bagaimanapun, disini aku tidak mempertimbangkan kelemahan manusiawi yang memang terhibur dengan menerima bantuan di saat kita butuh (dan bahwa baik bagi kita untuk membantu sepanjang kita mampu). Aku sangat bergembira jika orang mengerti bahwa bukan harta benda yang harus mereka minta dari Tuhan dengan minat yang begitu besar.

PENGAKUAN IMAN: St. Thomas Aquinas dan St. Theresa Avila

“Jika dalam dunia ini ada pengetahuan lain tentang Sakramen ini yang lebih unggul daripada iman, maka aku berharap menggunakannya sekarang untuk mengakui dengan teguh bahwa Aku benar-benar percaya dan tahu dengan pasti bahwa Yesus Kristus, sungguh Allah dan sungguh manusia, Putera Perawan Maria, ada dalam Sakramen ini…Aku menerima Engkau, harga penebusanku, yang cintaMu aku saksikan, aku pelajari, dan aku selami. Aku berkhotbah tentang Engkau; Aku mengajar tentang Engkau. Tak pernah aku berkata untuk menentang Engkau; dan jika ada kata-kataku yang tak berkenan, itu karena ketidaktahuanku. Aku juga tidak menginginkan kekeliruan dalam pandanganku, dan jika ada kekeliruan didalamnya mengenai Sakramen ini atau mengenai hal-hal lain, Aku menyerahkan semuanya kepada penilaian dan koreksi dari Gereja Romawi Kudus, yang dalam kepatuhan kepada Gereja itu aku hendak beralih dari hidupku sekarang ini.” (diucapkan St. Thomas saat hendak menerima Komuni terakhir menjelang kematiannya)

“Dalam segala hal yang saya katakan dalam buku ini saya tunduk kepada apa yang dipegang oleh Bunda kita Gereja Romawi Kudus. Jika ada dalam isi buku ini yang bertentangan dengannya, itu adalah karena ke-tidak mengertian-ku dalam hal-hal ini. Maka aku mohon kepada orang-orang terpelajar yang akan melihat tulisan ini untuk membacanya secara hati-hati dan mengoreksi setiap kesalahan didalamnya agar benar-benar selaras dengan apa yang dipercayai oleh Gereja. Jika ada yang baik dalam buku ini, biarlah menjadi hormat dan kemuliaan bagi Allah dan bagi pengabdian kepada BundaNya yang amat terberkati, Bunda dan Pelindung kami, yang atributnya aku kenakan walaupun aku tak pantas untuk itu.” (The Way of Perfection)

DEKRIT MENGENAI KITAB-KITAB KANONIK

Konsili Trente yang Suci dan Kudus, Oikumene dan Umum ini, --yang secara sah berkumpul dalam Roh Kudus, dipimpin oleh tiga utusan Tahta Apostolik,--selalu dalam pandangan bahwa, sementara kesalahan-kesalahan dilenyapkan, kemurnian Injil selalu dipelihara dalam Gereja; dimana Injil itu, yang dijanjikan melalui para Nabi dalam Kitab Suci, oleh Tuhan kita Yesus Kristus, Putera Allah, pertama-tama diwartakan oleh mulut-Nya sendiri, dan kemudian Ia perintahkan agar diwartakan oleh para Rasul-Nya kepada segala ciptaan, sebagai sumber dari semua baik kebenaran yang menyelamatkan dan disiplin moral; dan melihat dengan jelas bahwa kebenaran dan disiplin ini termuat dalam buku-buku yang tertulis dan tradisi yang tidak tertulis, yang diterima oleh para Rasul dari mulut Kristus sendiri atau yang oleh para Rasul sendiri berkat ilham Roh Kudus telah diturunkan kepada kita, diwariskan seperti halnya dari tangan ke tangan;

Sinode ini mengikuti teladan para Bapa yang beriman lurus, menerima dan menghormati dengan rasa kesalehan dan penghormatan yang sama, semua buku dari Perjanjian Lama dan Baru—memandang bahwa Allah adalah pengarang keduanya—seperti juga dikatakan oleh tradisi, sebagaimana semua yang bersangkutan dengan iman dan moral, telah didiktekan entah dengan mulut Kristus sendiri, atau oleh Roh Kudus, dan dipelihara dalam Gereja Katolik melalui suksesi yang tak terputus. Dan telah kami pikirkan agar daftar dari buku-buku suci dimuat dalam dekrit ini, agar semakin kecillah keraguan dalam pikiran seseorang mengenai buku-buku mana saja yang diterima oleh Sinode ini. Daftar buku-buku itu kami sampaikan sebagai berikut:

Perjanjian Lama: lima buku Musa yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan; Yosua, Hakim-hakim, Ruth, Empat buku Raja-raja (1 dan 2 Raja-raja serta 1 dan 2 Samuel), dua buku Tawarikh, buku pertama Ezra, dan yang kedua yang berjudul Nehemia; Tobit, Yudit, Ester, Ayub, Mazmur Daud yang memuat 150 mazmur; Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Kebijaksanaan Salomo, Kebijaksanaan Putera Sirakh, Yesaya, Yeremia dengan Barukh; Yehezkiel, Daniel; dua belas nabi kecil, yaitu: Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakaria, Maleakhi,; dua buku Makabe, yang pertama dan kedua.

Perjanjian Baru: keempat Injil, menurut Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes; Kisah Para Rasul yang ditulis oleh Penginjil Lukas; empat belas surat Rasul Paulus, kepada umat di Roma, dua kepada umat di Galatia, kepada umat di Galatia, kepada umat di Efesus, kepada umat di Filipi, kepada umat di Kolose, dua kepada umat di Tesalonika, dua kepada Timotius, kepada Titus, kepada Filemon, kepada orang Ibrani, dua surat dari Rasul Petrus, tiga dari Rasul Yohanes, satu dari Rasul Yakobus, satu dari Rasul Yudas, dan Wahyu dari Rasul Yohanes.

Dari sebab itu jika ada orang yang tidak mengakui sebagai kudus dan kanonik, buku-buku yang telah disebut diatas seluruhnya beserta bagian-bagiannya, sebagaimana telah digunakan untuk dibaca dalam Gereja Katolik dan sebagaimana termuat dalam Vulgata kuno yang berbahasa Latin; dan mengetahui serta secara sengaja menentang tradisi yang telah dikatakan diatas; terkutuklah dia! Biarlah semua, bagaimanapun juga, mengerti, dalam kekuasaan dan kompetensinya, Sinode ini, setelah meletakkan dasar dari Pengakuan Iman, akan menghasilkan, kesaksian dan kewenangan yang akan digunakan untuk meneguhkan dogma dan menegakkan moral dalam Gereja.