Biasanya istilah Hosti dikenakan kepada roti gandum tidak beragi berbentuk bulat pipih berwarna putih yang digunakan dalam Misa kudus. Penyebutan ini walaupun umum digunakan tapi pada dasarnya kurang tepat. Kata Hosti (hostia) dalam bahasa latin berarti “sesuatu yang dipersembahkan sebagai kurban” atau sacrifical victim. Untuk mempermudah kita bisa mengingat bahwa dalam kurban Perjanjian Lama hostia-nya adalah domba, lembu ataupun burung merpati, sementara dalam hari raya Idul Adha yang dirayakan saudara-saudara Muslim hostia-nya adalah kambing, sapi, kerbau atau unta.
Lalu apa hostia dalam Misa? Hostia dalam Misa ialah Tuhan kita Yesus Kristus yang hadir dalam rupa roti dan anggur. Hal itu tampak jelas dalam teks-teks Misa dibawah ini:
Prex Eucharistica I
“…..offerimus praeclare maiestati tuae de tuis donis ac datis: Hostiam puram, Hostiam sanctam, Hostiam immaculatam, Panem sanctum vitae aeternae et Calicem salutis perpetuae.”
[…kami mempersembahkan kehadiratMu yang mulia pemberianMu sendiri: Kurban yang murni, Kurban yang kudus, Kurban yang tak bernoda, Roti kudus kehidupan abadi dan Piala keselamatan kekal]
Prex Eucharistica III
“Respice, quaesumus, in oblationem Ecclesiae tuae et, agnoscens Hostiam, cuius voluisti immolatione placari.”
[Berkenanlah, kami mohon, akan persembahan GerejaMu, dan indahkanlah Kurban ini, yang telah disembelih untuk pendamaian kami.]
Prex Eucharistica IV
“Respice Domine, in Hostiam, quam Ecclesiae tuae ipse parasti, et concede benginus omnibus qui ex hoc uno Pane participabunt et Calice, ut in unum corpus a Sancto Spiritu congregati, in Christo hostia viva perficiantur, ad laudem gloriae tuae.”
[Berkenanlah Tuhan, akan Kurban, yang telah Engkau sediakan sendiri bagi GerejaMu, dan kami mohon berbaikhatilah agar semua orang yang mengambilbagian dalam satu Roti dan Piala ini dihimpun menjadi satu tubuh oleh Roh Kudus, dan dalam Kristus mereka menjadi kurban yang hidup sebagai pujian bagi kemuliaanMu.]
Apa yang tampak dalam teks-teks Misa ini sudah pasti hanya meneruskan gagasan dari Kitab Suci bahwa satu-satunya Imam dan Kurban Perjanjian Baru ialah Kristus (Ibr 9:12), dimana satu kali untuk selamanya Ia telah mengurbankan diriNya di atas kayu Salib, selain itu gagasan yang sama juga muncul dalam prefasi V Masa Paskah yang mengatakan:
“Qui, oblatione corporis sui, antiqua sacrifcia in crucis veritate perfecit, et, seipsum tibi pro nostra salute commendans, idem sacerdos, altare et agnus exhibuit.”
[Yang dengan persembahan tubuhNya disalib menyempurnakan kurban-kurban lama untuk keselamatan kami dimana Ia bertindak serentak sebagai Imam, Altar, dan Anakdomba]
Bahwa Kristus di Salib hanya satu kali ini tidak berarti bahwa KurbanNya selesai dengan berakhirnya Penyaliban tetapi yang terjadi ialah KurbanNya dikekalkan untuk selamanya, dan itulah sebabnya St. Yohanes dalam Kitab Wahyu melihat bahwa Anakdomba itu berdiri dengan tampak seperti telah disembelih (Why 5:6), Kurban Kristus tidak berhenti dengan selesainya penyaliban tapi justru terus berlangsung selamanya, dan penghadiran dari Kurban Kristus yang kekal itu kita lakukan dalam Misa Kudus.
Ini juga berarti bahwa jika kita berpartisipasi dalam Misa dan teristimewa jika kita menyambut Komuni maka kita pun ikut menjadi kurban bersama Kristus. Gagasan ini digemakan dalam Doa Syukur Agung III sebagaimana tampak dalam kutipan diatas dan juga oleh St. Paulus yang mengatakan, “persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah (Rom 12: 1)” dan juga diulangi oleh Konsili Vatikan II yang menegaskan:
“Sebab semua karya, doa-doa dan usaha kerasulan mereka, hidup mereka selaku suami-istri dan dalam keluarga, jerih payah mereka sehari-hari [artinya: kerja profesi, belajar,dst], istirahat bagi jiwa dan badan mereka, bila dijalankan dalam Roh, bahkan beban-beban hidup bila ditanggung dengan sabar, menjadi kurban rohani, yang dengan perantaraan Yesus Kristus berkenan kepada Allah. Kurban itu dalam Perayaan Ekaristi, bersama dengan persembahan tubuh Tuhan, penuh khidmat dipersembahkan kepada Bapa (Lumen Gentium 34).”
Minggu, 12 Agustus 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bagaimana kalau ditambah 1 buah cerita/kesaksian yg hosti berubah jadi daging, pasti akan sangat menyentuh..
BalasHapusSony
Latin (MR 2002):
BalasHapusACCIPITE ET MANDUCATE EX HOC OMNES: HOC EST ENIM CORPUS MEUM, QUOD PRO VOBIS TRADETUR
Berikut adalah sebagian dari sebuah artikel yang terdapat dalam buku "Hidup dalam Roh" edisi Juli- Agustus 2005 tahun IX.
Disarikan dari tulisan David B. Currie dalam bukunya “Born Fundamentalist, Born Again Catholic”.
Jika Yesus bermaksud untuk mengajari ajaran Lutheranisme, Ia pasti dengan sangat jelas akan mengatakan “Roti ini mengandung tubuh-Ku” dan jika bermaksud untuk mengajari ajaran Evangelisme, Ia pun akan dengan jelas mengatakan “Roti ini hanya melambangkan tubuh-Ku”.
Namun Yesus tidak mengatakan salah satu dari keduanya, dengan sangat jelas Ia katakan: “Inilah tubuh-Ku”
Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku."
Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini.
Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa. (Mat 26:26-28)
Dan yang dimaksud dengan tubuh di sini sangatlah jelas bahwa Tubuh Yesus sendiri yang dipaku di atas salib. Bila Tubuh yang kita makan itu hanya diartikan sebagai perlambangan atau hanya sebagai perkataan rohani saja, maka demikian jugalah dengan Tubuh yang tergantung di kayu salib itu hanya sebuah perlambang atau perkataan saja.