Selasa, 19 Mei 2009

Carmelia.net

Tulisan gue di carmelia.net:

Gereja yang Katolik

Kontroversi Pentahbisan Wanita

Evolusi dan Iman

Terbuka Kepada Allah Dalam Doa

Saya Tidak Mengerti Apa Yang Saya Baca

Arti Doa Permohonan

Seni Meninggal Dunia

Kebajikan Iman


Pengertian

Menurut Kitab Suci tanpa iman tidak seorangpun dapat berkenan kepada Allah, sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia (Ibr 11: 6). Penjelasan Kitab Suci ini menunjukkan bahwa iman tidak hanya merupakan kunci bagi penyelamatan tetapi juga kunci untuk menerima karunia-karunia Allah. Namun, apakah iman itu? Surat kepada orang Ibrani menggambarkannya sebagai dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr 11:1). Melengkapi penjelasan ini Katekismus Santo Pius X mendefiniskan iman sebagai “kebajikan supranatural, yang dicurahkan Allah ke dalam jiwa manusia, dan yang dengan mendasarkan diri kepada otoritas Allah sendiri, kita percaya kepada apa yang Allah wahyukan dan disampaikan oleh GerejaNya untuk dipercayai (On Virtues and Vices: Question 9)”.

Iman, sama seperti kebajikan harapan dan kasih, dicurahkan Allah ke dalam diri kita saat Dia menghiasi kita dengan rahmat pengudus dan melalui penerimaan sakramen (terutama pembaptisan) kita semakin diperkaya tidak hanya dengan kebajikan-kebajikan ini tetapi juga dengan tujuh karunia Roh Kudus. Namun, peneriman kebajikan teologal ini pada waktu pembaptisan tidaklah cukup untuk keselamatan bagi orang-orang Kristen yang mencapai usia mampu untuk menimbang (age of reason), kita juga perlu untuk melaksanakannya sebaik mungkin dalam seluruh hidup kita (On Vrtues and Vices: Question 6-8). Karena alasan ini iman, merupakan suatu hal yang sangat penting bagi semua orang Kristen, tidak hanya bagi mereka yang baru bertobat tetapi juga bagi yang sudah lama menjadi Kristen, sebab iman menentukan hubungannya tidak hanya dengan Allah tetapi juga dengan sesamanya, karena semua kebajikan moral yang menata hubungan kita dengan sesama didasarkan kepada iman kita akan Allah (KGK. 2087).

Seorang Kristen diharapkan untuk memiliki iman yang dewasa sebagai bagian dari jawaban kita terhadap perintah Allah untuk mengasihi Dia dengan segenap hati, jiwa dan budi kita. Iman kita hendaknya ditandai dengan kepercayaan yang utuh, bebas dari keraguan, dan tanpa kecurigaan atau ketakutan. Iman kita hendaknya mencerminkan hubungan kita dengan Allah sebagaimana digambarkan oleh Kitab Suci yaitu kedekatan seorang anak dengan Bapanya yang teramat baik dan setia serta ketaatan seorang hamba kepada Tuannya. Karena cinta kepada Allah hendaknya kita selalu memperkuat dan melindungi iman kita dengan bijak dan tekun dan menolak segala sesuatu yang melemahkan atau bertentangan dengannya (KGK. 2088).

Dasar-dasar Iman

Beberapa orang beranggapan iman itu seperti sebuah takhyul karena menurut mereka sedikit saja dasarnya. Iman Kristen adalah tanggapan kepada Allah yang mewahyukan diriNya kepada manusia melalui Kitab Suci, Tradisi dan ajaran GerejaNya, ketiga hal ini kerap disebut sebagai wahyu umum yaitu yang mengikat semua orang beriman. Mereka yang mengaku dirinya Kristen dengan sendirinya wajib menerima ketiga hal ini.

Allah juga berbicara kepada kita secara pribadi melalui dorongan hati kita atau melalui orang lain. Kita dapat saja keliru mengenali dorongan Roh dalam diri kita, maka yang penting disini adalah keterbukaan terhadap dorongan Roh yang disertai dengan kerendahan hati untuk mengakui bahwa kita dapat saja keliru mengenali dorongan Allah. Hal-hal yang lebih khusus mengenai ini akan dibahas dalam topik discernment. Selain itu kita juga dapat mengenali Allah dengan pengertian akan kodratNya, hal ini berlaku terutama ketika berhadapan dengan situasi yang tidak spesifik disebut dalam Kitab Suci dan tanpa dorongan-dorongan yang istimewa, misalnya kita memohon penyembuhan bagi seorang yang sakit, padahal dalam Kitab Suci Allah tidak pernah berkata bahwa Ia akan menyembuhkan semua orang dari penyakit fisiknya dan juga tidak ada dorongan istimewa untuk berbuat demikian, namun dengan mendasarkan iman kepada belaskasihan Allah dan bahwa Allah akan memberi yang terbaik bagi si sakit, kita dapat memohon penyembuhan karena menurut kita itulah yang baik bagi si sakit dan menyerahkan kerinduan kita itu kepada Dia yang penuh belaskasihan.

Beberapa orang sering mempertentangkan iman dan akal budi. Bagi seorang Kristen iman dan akal budi tidak bertentangan. Iman memang melampaui akal budi namun iman tidak dapat bertentangan dengan akal budi, karena keduanya bersumber kepada Allah yang satu dan sama, dan kebenaran tidak dapat berkontradiksi. Karena itu iman Kristen yang sehat dan dewasa akan selalu memiliki unsur rasio.

Iman penuh pengharapan

Iman dapat kita bedakan menjadi tiga jenis: iman persetujuan, iman kepercayaan, dan iman penuh pengharapan. Iman persetujuan berarti menerima kebenaran-kebenaran ajaran Kristen, sementara iman kepercayaan berarti selain menerima kebenaran-kebenaran ajaran Kristen juga mempercayakan hidup kita kepada Tuhan, dan akhirnya iman penuh pengharapan berarti selain kedua jenis iman yang telah disebut sebelumnya juga melibatkan keberanian kita untuk mengharapkan pemenuhan janji-janji Allah dalam hidup kita.

Pada prinsipnya dari setiap orang Kristen diharapkan untuk memiliki iman pengharapan. Sekedar iman kepercayaan tidaklah cukup, sebab kata St. Yakobus setan-setan pun demikian (Yak 2:19). Iman kepercayaan membuat orang mampu melangkah lebih jauh lagi, yakni dengan mempercayakan seluruh hidup kepada Tuhan, namun sekedar mempercayakan tanpa adanya keberanian untuk berharap seringkali membawa orang kepada penyerahan yang pasif dan bahkan fatalis, maksudnya segala sesuatu yang terjadi dalam diterima begitu saja sebagai kehendak Allah tanpa pemeriksaan yang lebih mendalam baik kepada janji-janji Allah maupun kepada kehidupannya sendiri. Kedua jenis iman ini belumlah “iman” dalam arti yang sepenuhnya.

Iman penuh pengharapan merupakan penyerahan diri yang aktif. Maksudnya orang berani terbuka, mempercayakan segala keinginan dan harapannya kepada Allah karena Allah itu baik dan pasti akan memberi yang terbaik (Mat 7: 7-11) dan karena Allah ingin menyatakan kelimpahan rahmatNya di dalam dan melalui kita (Yoh 15:7-8). Memiliki iman yang penuh pengharapan akan menjadikan hidup kita penuh sukacita (Yoh 16: 24) karena kebaikan Allah menjadi pengalaman hidup kita sehari-hari.

Hampir pasti kita akan merasa gambaran di atas ini terlalu ideal dan terlampau lebar jarak antara iman penuh pengharapan dengan kehidupan iman kita sehari-hari. Iman semacam itu memang pada umumnya tidak muncul dalam semalam tetapi merupakan hasil pergumulan hidup rohani yang panjang dan penuh jatuh bangun. Untungnya Allah mengerti keadaan kita itu, gambaran Kitab Suci mengenai tokoh-tokoh iman mencatat dengan jelas pergumulan hidup dan iman mereka. Masalah mereka kerap kali sama dengan masalah kita. Kadang kita seperti Abraham merasa bahwa Allah bertindak kurang adil atau keadilanNya terlalu keras, dan bersama Abraham juga kita pernah merasa bahwa Allah menuntut terlalu banyak dari diri kita. Kita yang mengalami keluarga kita bagaikan neraka tentu mendapatkan ‘teman senasib’ dalam diri Daud yang keluarganya berantakan luar biasa, anak-anaknya saling bunuh dan Daud sendiri pernah hendak dibunuh oleh anak kesayangannya yaitu Absalom yang menghendaki kekuasaan ayahnya. Kita juga seperti Ayub pernah merasakan ditinggalkan oleh Allah dan diperlakukanNya secara tidak adil ketika kemalangan bertubi-tubi menghantam diri kita. Bersama Petrus dan seorang ayah yang kehilangan anak perempuannya kita juga sering merasa kesulitan untuk percaya kepada Kristus. Dan bersama Tuhan kita juga bisa terkejut karena melihat orang yang dianggap tidak beriman malah lebih mudah percaya dibandingkan kita yang sudah lebih mengenal Allah. Contoh-contoh semacam ini dapat diperpanjang meliputi hampir semua tokoh Kitab Suci.

Kitab Suci secara umum tidak menyediakan dasar teori atau saran-saran praktis tentang bagaimana kita mengatasi kesulitan-kesulitan dalam beriman tetapi menawarkan suatu sharing pengalaman dari pribadi-pribadi yang telah mendahului kita dalam menempuh jalan ini. Dari sharing mereka inilah kita mengenal suatu ‘seni’ untuk menjalani hidup bersama Allah, suatu cara hidup yang sebagai orang Kristen kita pandang sebagai hidup ideal.

Iman: jawaban yang menyeluruh

Kita beriman dengan seluruh diri kita, maksudnya dengan seluruh kemampuan inderawi kita. Iman selalu melibatkan intelek, kehendak, perasaan, dan tindakan kita. Dengan beriman berarti kita menyetujui apa yang Allah wahyukan dan kita berkehendak untuk menata hidup kita sesuai wahyuNya, mewujudkannya dalam tindakan kita. Proses ini berlangsung seumur hidup dan karenanya iman merupakan suatu jawaban yang terus-menerus. Iman merupakan suatu cara hidup yang dengannya kita berpikir, berbicara, bertindak selama hidup kita.

Biasanya terdapat dua ekstrim, yaitu ada beberapa orang yang sangat menekankan sisi intelektualitas dalam iman dan yang lainnya menekankan kepada perasaan. Baik perasaan dan intelek adalah bagian dari diri kita, tentu saja beriman juga melibatkan kedua unsur ini, namun sewajarnya saja. Perasaan kadang datang dan pergi tanpa diduga, kadang orang dapat saja meluap-meluap dalam perasaan-perasaan seperti sedih, senang atau terharu yang muncul sebagai semacam ‘hadiah’ dari Tuhan, namun hal ini tidak terjadi setiap hari. Dengan intelek juga begitu, kadang pertambahan pengetahuan tentang agama atau Kitab Suci dianggap begitu saja sebagai pertumbuhan iman, menambah pengetahuan itu baik tetapi itu tidak merupakan ukuran pertumbuhan iman, bertambahnya pengetahuan hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan belajar lebih baik dan tidak berhubungan secara langsung dengan pertumbuhan imannya.

Bertumbuh dalam Iman

a. Yang menghalangi:

a. Ketakutan bahwa apa yang kita harapkan tidak sejalan dengan yang Allah inginkan. Hal ini muncul dari ketidakpastian pribadi, takut gagal, serta pendekatan iman yang tegang.

b. Penekanan yang berlebih-lebihan pada perasaan (emosionalisme).

c. Tidak percaya diri dimana kita seringkali merasa ragu bahwa Allah menggunakan kita yang kecil, lemah dan berdosa ini. Pada hari pemilihannya Paus Benediktus XVI mengatakan bahwa dirinya berada diantara perasaan takut menghadapi beratnya tugas namun pada saat yang sama ia juga percaya bahwa Allah sanggup mengerjakan hal-hal besar dengan menggunakan alat-alat yang sederhana. Kesadaran akan kelemahan diri hendaknya jangan menghalangi berkaryanya Allah dalam diri kita melainkan menambah kepercayaan dan penyerahan diri kita kepadaNya.

d. Setan yang memang selalu ingin menjauhkan kita dari Allah.

b. Langkah positif kepada iman:

a. Sabda Allah dan Sakramen.

St. Paulus menegaskan bahwa iman timbul dari pendengaran akan sabda Kristus (Rom 10:7) dan surat kepada orang Ibrani meminta kita agar jangan menjauh dari pertemuan ibadat (Ibr 10: 25). Kitab Suci dibaca baik secara bersama dalam ibadat ataupun secara pribadi. Pewartaan Kitab Suci secara umum (publik) memiliki kaitan yang erat dengan sakramen-sakramen yang menyalurkan rahmat dan menumbuhkan iman.

b. Bacaan rohani.

Manusia memiliki pikiran dan pikiran kita sangat mempengaruhi cara hidup dan tindakan kita. Pikiran kita menjadi maju kalau dibina dengan baik, salah satunya adalah dengan membaca bacaan-bacaan yang bermutu. Karena iman melibatkan seluruh diri dan termasuk pikiran kita, maka dalam menumbuhkan iman kita juga perlu membinanya dengan bacaan-bacaan yang isinya menguatkan kita dalam iman.

c. Doa pribadi.

Doa adalah ungkapan iman yang paling langsung, sederhana, dan mudah. Doa seorang Kristen merupakan komunikasi antara kita dengan Allah. Banyak hal bisa dibahas tentang doa dan ini membutuhkan bahasan tersendiri yang lebih mendalam.

d. Doa iman.

Langkah ini secara langsung memohon kepada Tuhan tambahan iman. Akhirnya perlu ditekankan kembali bahwa tidak ada cara lain untuk memiliki iman selain diberi oleh Allah, karena itulah kita perlu meminta iman secara khusus. Kitab Suci memberi contoh doa iman yang sangat polos, sederhana namun menggugah, “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini” (Mrk 9: 24). Doa sederhana ini menggambarkan dengan jelas iman sebagai suatu anugerah, manusia hanya dapat membuka hati dan Allah-lah yang memberi.

(artikel ini dipersiapkan untuk pengajaran di pertemuan ktm bdg)

Doa-doa Roh Kudus dari Missale Romanum

Ya Allah, PuteraMu menjanjikan Roh Kudus kepada para Rasul dan memenuhi janjiNya sesudah naik ke surga semoga kami pun Kaulimpahi Roh Kudus. Demi Yesus Kristus…..

Allah yang mahakuasa dan kekal, semoga kekuatan RohMu turun, agar kami mematuhi kehendakMu dengan setia dan mengamalkannya dalam cara hidup kami. Demi Yesus Kristus….

Allah yang mahakuasa dan kekal, perkenankanlah semua yang dihimpun Roh Kudus dalam GerejaMu, mengabdi Engkau dengan tulus ikhlas dan bersatu padu dalam cinta kasih. Demi Yesus Kristus…

Ya Allah, kami telah merayakan ibadat ini. Semoga SabdaMu menyemangati kami, dan karunia perjamuanMu membarui hidup kami, agar kami layak menerima karunia Roh Kudus. Demi Kristus…

Allah sumber cahaya abadi, Engkau telah membukakan jalan menuju hidup kekal bagi kami dengan memuliakan PuteraMu dan mengutus Roh Kudus. Semoga cinta bakti dan iman kami selalu bertambah. Demi Yesus Kristus…

Ya Allah, Engkau telah memindahkan kami dari dunia lama yang menuju kematian ke dunia baru yang membawa kehidupan. Semoga kami meninggalkan cara hidup yang lama dan membarui diri dalam terang Roh Kudus. Demi Kristus….

Allah yang mahakuasa dan kekal, Engkau menghendaki kami merayakan peristiwa mulia Paskah selama lima puluh hari. Semoga bangsa-bangsa yang masih tercerai-berai Kausatukan karena karunia Roh Kudus, sehingga di seluruh bumi berkumandanglah satu pujian bagi namaMu dalam pelbagai bahasa. Demi Yesus Kristus….

Allah yang membarui segala sesuatu, pada hari raya ini Engkau menguduskan umatMu di semua negara dan bangsa. Semoga mukjizat Pentaksota yang Kauadakan pada awal Gereja, kini Kaukerjakan juga dalam diri kami. Demi Yesus Kristus….

Kami mohon kepadaMu, Allah yang mahakuasa, berilah supaya kegemilangan cahayaMu menyinari kami, dan supaya berkat penerangan Roh Kudus, terangMu menguatkan hati mereka yang telah dilahirkan kembali karena rahmatMu. Demi Yesus Kristus….

Ya Allah yang pada hari ini mengajar hati umatMu dengan penerangan Roh Kudus; berkat Roh itu berilah kami kebijaksanaan yang sejati, dan karunia untuk selalu bergembira karena penghiburanNya. Demi Yesus Kristus.......

Kami mohon kepadaMu, ya Tuhan, sudilah menguduskan persembahan-persembahan ini, dan setelah menerima persembahan rohani ini, jadikanlah diri kami persembahan kurban kekal bagiMu. Demi Kristus….

Kami mohon kepadaMu, ya Allah, semoga kekuatan Roh Kudus menyertai kami dan membersihkan hati kami serta melindunginya dari segala malapetaka. Demi Yesus Kristus.....

Tuhan, kami mohon kepadaMu, semoga persembahan kurban ini memurnikan diri kami dan melayakkan diri kami untuk ambil bagian dalam rahasia-rahasia kudus ini. Demi Kristus.....

Kami mohon kepadaMu, ya Tuhan, semoga Roh Kudus memulihkan kami dengan sakramen-sakramen ilahi, karena Ia sendiri adalah pengampunan dosa. Demi Kristus .....

Kami mohon kepadaMu, ya Tuhan, semoga Penghibur, yang berasal daripadaMu, menerangi budi kami dan mengantar kami kepada kepenuhan kebenaran, sebagaimana telah dijanjikan PuteraMu. Demi Kristus....

Allah yang mahakuasa dan maharahim, kami mohon kepadaMu, berkenanlah memberikan Roh Kudus, supaya Ia datang kepada kami dan tinggal dalam diri kami dan menjadikan kami bait kemuliaanMu. Demi Kristus.....

Kami mohon kepadaMu, ya Tuhan, curahkanlah dengan rela Roh Kudus ke dalam jiwa kami, sebab Roh itu juga yang telah menjadikan kami dengan kebijaksanaanNya dan memimpin kami dengan penyelenggaraanNya. Demi Yesus Kristus....

Kami mohon kepadaMu, ya Tuhan, semoga Roh Kudus membakar kami dengan api yang telah dibawa masuk ke dalam dunia oleh Tuhan kami Yesus Kristus dan yang dikehendakiNya berkobar dengan hebat. Dia yang hidup dan berkuasa.....

Tuhan, semoga rahasia-rahasiaMu yang kudus memberi kami kehangatan Ilahi, supaya kami sekaligus menikmati perayaan dan buah-buahnya. Demi Kristus.....

Ya Allah, bagiMu setiap hati terbuka, setiap keinginan terkatakan, dan tak ada rahasia yang tersembunyi; murnikanlah hati dan pikiran kami dengan pencurahan Roh Kudus, supaya kami dapat mencintai Engkau dengan sempurna dan memuji Engkau dengan sepantasnya. Demi Yesus Kristus...

Daripada Pergi Kepaksa Mending Gak Usah?

Itu adalah alasan paling ‘suci’ yang bisa dikemukakan kalau orang tidak pergi ke Misa pada hari minggu atau hari raya wajib sementara dia tidak punya alasan-alasan berat yang sah untuk melalaikan kewajiban hari minggu atau hari rayanya. Kalau diperhatikan alasan ini ada sedikit benarnya daripada pergi ke Misa dengan terpaksa, di Gereja juga hanya ngobrol sana-sini atau sms-an yah lebih baik tidak pergi, toh di Gereja juga kehadiran kita yang tidak niat mungkin malahan akan menganggu orang lain yang ingin mengikuti Misa dengan khusyuk.

Untuk hari-hari biasa atau hari yang tidak termasuk hari raya wajib dan minggu alasan semacam ini sah-sah saja, bahkan kalau Anda malas ke Misa harian karena alasan-alasan tidak penting seperti ingin menonton siaran langsung Copa America sampai selesai (yang kadang pertandingannya baru selesai jam 6.30 WIB) atau karena ingin tidur sebentar sebelum ke kantor setelah jatah istirahat malam terbuang karena ada siaran langsung pertandingan Liga Champion atau malah sekedar malas tanpa alasan yang jelas sekalipun, itu sah-sah saja. Tidak perlu memaksakan diri untuk sesuatu yang tidak wajib. Mengikuti Misa harian itu baik dan dianjurkan, tetapi tidak harus, hal ini sifatnya sukarela dan sesuka hati Anda.

Tetapi, untuk hari minggu dan hari raya wajib apakah alasan ini bisa diterima? Tidak. Mengikuti Misa pada hari minggu dan hari raya wajib adalah harus kecuali ada alasan-alasan berat seperti mengurus orang sakit, atau sakit yang memang membuat orang tidak mampu ikut Misa, atau mengurus anak atau orang lanjut usia yang tidak dapat ditinggal sendirian di rumah, atau pekerjaan yang secara langsung berkaitan dengan kepentingan umum, atau berada di tempat asing yang tidak diketahui dimana ada tempat ibadat Katolik dan untuk alasan-alasan lain yang disetujui oleh imam (percayalah, kebanyakan imam di Indonesia akan sangat murah hati untuk soal ini). Sementara itu, jika orang dengan sengaja melalaikan diri dari kewajiban untuk mengikuti Misa pada hari minggu dan hari raya wajib tanpa alasan-alasan berat maka ia jatuh ke dalam dosa berat (KGK no. 2181). Konsekuensinya orang ini tidak boleh menerima Komuni sebelum ia menerima Sakramen Tobat terlebih dahulu.

Kewajiban hari minggu dan hari raya ini memang cukup dipenuhi dengan menghadiri salah satu entah Misa pada hari raya yang bersangkutan atau pada sore hari menjelang hari raya yang bersangkutan, sehingga cukuplah menghadiri Misa malam Natal saja dan Misa pada pagi harinya tidak usah kalau memang tidak niat, begitu juga pada saat Paskah cukup menghadiri salah satu dari malam Paskah atau Misa pada hari raya Paskah saja, sama seperti Misa sabtu sore sudah memenuhi kewajiban untuk ke Misa pada hari minggu. Sementara pada Tri Hari Suci kalau memang malas, tidak usah memaksakan diri mengikuti Misa Mengenang Perjamuan Terakhir (yang umum disebut Kamis Putih) atau mengikuti Peringatan Sengsara Tuhan (yang umum disebut Jumat Agung) karena keduanya bukanlah hari raya wajib! Kedua hari itu tidak muncul di daftar hari raya wajib Gereja universal yang ada di KGK no.2177, dan yang oleh Gereja Indonesia sebagian dihapuskan sifat wajibnya, sehingga hanya ada dua hari raya wajib yang jatuh di luar hari minggu yaitu Natal dan Kenaikan Tuhan, sementara sisanya menjadi tidak wajib atau digeser ke hari minggu. Kamis Putih adalah Misa harian dengan acara yang sedikit spesial, sementara Jumat Agung tidak ada Misa jadi memang bukan hari raya dan tidak mungkin wajib. Tentu dianjurkan untuk pada hari-hari spesial itu mengikuti seluruh rangkaian ritual seperti kalau malam Natal sudah Misa maka paginya Misa lagi, dan untuk mengikuti Kamis Putih, Jumat Agung, Vigili Paskah, dan Paskah, tetapi ini tidaklah wajib, bagi yang malas atau capek silahkan mengambil batas minimal saja yaitu mengikuti salah satu dari Misa Vigili Paskah atau Misa hari raya Paskah.

Tapi bagaimana dengan soal ikut Misa secara terpaksa atau malas-malasan dan akhirnya datang hanya karena merasa wajib datang? Itu memang tidak ideal, tetapi setidaknya kita bisa melakukan beberapa hal untuk memastikan kita memenuhi batas minimum mengikuti Misa. Gereja meminta kita untuk berpartisipasi aktif dalam Misa, jadi pertama kita akan melihat apa dulu artinya partisipasi. Kata part-isipasi artinya setiap orang melakukan bagiannya dalam satu tindakan (actio) bersama yang dalam konteks liturgi mengacu kepada “Doa Syukur Agung” tindakan liturgis yang sejati dan puncak dari Perayaan Ekaristi (Joseph Ratzinger, The Spirit of The Liturgy, p. 171-172). Jadi kalaupun sedang tidak niat sekalipun, paksakanlah diri untuk berkonsentrasi pada bagian Doa Syukur Agung (mulai dari dialog sebelum Prefasi sampai “Amin” meriah yang mengakhirinya) dan terutama pada saat “Terimalah makanlah, inilah Tubuh-Ku” dan “Terimalah minumlah, inilah Piala Darah-Ku”. Tidak terlalu sulit kan memenuhi ini?

Selanjutnya kita berpartisipasi dalam Misa dengan cara yang lebih penuh dengan menyambut Komuni. Bagaimanapun hanya mereka yang dalam keadaan rahmat (tidak berdosa berat) yang boleh menyambut Komuni. Mereka yang minggu lalu tidak pergi ke Misa tanpa alasan berat, yang menikah tidak secara Katolik dan belum dibereskan, mereka yang bercerai dan kawin lagi, yang habis menonton film porno, bermasturbasi, memakai kontrasepsi buatan, berhubungan badan dengan yang bukan istri sahnya, memarahi orang secara tidak proporsional dengan kesalahannya, melakukan kebohongan serius, mencuri dengan akibat kerugian serius pada yang dicuri atau dosa-dosa berat lainnya jangan menyambut Komuni sebelum menerima Sakramen Tobat terlebih dahulu. Tidak ada perbuatan yang lebih mengacaukan keagungan Misa selain dari menyambut Komuni dalam keadaan berdosa berat. Dan juga harap diingat bahwa mereka yang menyambut Komuni dalam keadaan berdosa berat melakukan dosa berat baru yaitu pelecehan terhadap Tubuh dan Darah Tuhan. Namun tidak bisa menerima Komuni bukanlah alasan untuk tidak ikut Misa, mereka yang terhalang untuk menyambut Komuni tetap terikat kewajiban untuk mengikuti Misa dan tidak menyambut Komuni.

Saat pembagian Komuni, itu adalah saat doa, daripada ribut lebih baik berlutut dan memandang Tubuh Tuhan yang dibagikan kepada mereka yang sedang menerima, atau sekedar memandang Altar yang adalah meja perjamuan Tuhan dan tempat kurban-Nya dihadirkan, tidak perlu pusing memikirkan apa yang mau didoakan, pandanglah saja, memandang wajah Allah adalah aktifitas surgawi kita (Wahyu 22: 4). Pandanglah Dia, itu lebih berarti daripada banyak kata-kata yang dapat kita ucapkan. Juga perlu diperhatikan sikap tubuh saat berjalan dalam antrian Komuni dan menerima Tubuh (dan Darah) Tuhan, lakukanlah dengan sikap lahir yang menunjukkan sikap batin yang tepat sesuai iman kita yaitu yang menunjukkan rasa hormat dan cinta kepada Tuhan yang hadir dalam rupa Roti dan Anggur.

Secara lahiriah partisipasi aktif itu ditunjukkan dengan mengikuti semua petunjuk mengenai sikap badan dan ucapan yang harus dilakukan dalam Misa. Sepanjang pengamatan saya mereka yang kelihatannya pergi ke Misa secara tidak niat sekalipun akan tetap berdiri, duduk, atau berlutut sesuai tata cara. Yang harus diperbaiki hanya mulut dan tangan yang terlalu sibuk dengan sms, dan biasanya hal ini mulai berlangsung saat homili selain dari saat pembagian Komuni yang telah dibahas diatas. Kalau merasa bosan dengan homili dan ingin mengobrol atau ber-sms ria, lebih baik ambil buku TPE dan ucapkan dalam hati mazmur-mazmur yang ada disana, atau sekedar membaca bacaan-bacaan Misa yang ada di teks yang disediakan. Ini lebih baik daripada ngobrol atau ber-sms ria. Jika masih bosan maka persembahkanlah semua rasa bosan dan ngantuk itu kepada Allah, ini bisa dilakukan dengan doa sederhana seperti, “kupersembahkan kepada-Mu Tuhan semua rasa bosan dan ngantuk ini sebagai silih (satisfaction) atas dosa-dosaku dan untuk dosa-dosa imam yang membawakan homili. Terimalah persembahan sederhana ini dalam persatuan dengan persembahan Kurban Tubuh dan Darah Putera-Mu yang sebentar lagi akan dihadirkan diatas Altar”. Doa sederhana ini tentunya tidak akan menghilangkan rasa bosan dan ngantuk tetapi dapat membuat rasa bosan dan ngantuk itu menjadi bermanfaat untuk kesejahteraan rohani kita sendiri.

Satu lagi, ucapkanlah bagian-bagian Misa yang memang diperuntukkan bagi umat seperti “Amin”, “dan bersama rohmu”, “syukur kepada Allah”, dan bagian-bagian lain yang biasa disebut ordinarium (kecuali kalau koor menyanyikannya dalam melodi yang susah dinyanyikan apa boleh buat). Mungkin Anda bertanya, apa gunanya mengucapkan kalau tidak mengerti maknanya? Ekaristi adalah misteri yang tidak terkatakan, jadi pengertian kita hanyalah dangkal saja, tidak usah terlalu pusing soal mengerti atau tidak. Di masa lalu Misa diselenggarakan hanya dalam bahasa latin dan telah menghasilkan ribuan orang kudus yang dikanonisasi resmi oleh Gereja (dan entah berapa puluh atau ratus juta orang kudus lain yang tidak dikanonisasi resmi), dan banyak (bahkan mungkin kebanyakan) santo-santa ini tidak mengerti dengan pikiran mereka apa yang diucapkan di Misa karena mereka memang tidak bisa bahasa latin. Jadi kalau Anda merasa kesulitan mengerti apa maksudnya teks-teks Misa itu, berbahagialah, Anda punya banyak teman di surga dan mungkin Anda berbakat menjadi salah satu dari mereka.

Partisipasi yang paling mendasar adalah sikap batin. Dan sikap batin yang diminta ada dalam Misa adalah; penyembahan, penyesalan, syukur, permohonan dan terutama adalah ketaatan kepada Allah (Fr. William Most, A Basic Catholic Catechism, Part 12) karena ketaatan kepada Bapa lah Kristus mempersembahkan diri-Nya sebagai Kurban (Ibr 10: 5-7). Jadi jelaslah kalau orang datang ke Misa dengan motifasi yang seringkali dianggap sebagai motifasi yang paling ‘miskin’ yaitu datang karena kewajiban sebenarnya dia sudah memenuhi sikap batin yang paling mendasar, yaitu datang untuk melakukan kehendak Allah yang melalui Gereja memerintahkan dia hadir di Misa. Tentunya semua sikap batin itu harus ada dan tidak cukup hanya salah satunya saja, tetapi tidaklah harus dalam bentuk yang sempurna meskipun semakin baik semakin intimlah partisipasi kita. Bagaimanapun, mereka yang datang ke Misa sekedar karena kewajiban jelas tidak sama dengan mereka yang memilih tidak ke Misa daripada datang juga karena terpaksa. Mereka yang datang dengan terpaksa namun tetap datang karena wajib sekurangnya telah menunjukkan ketaatan mereka kepada Allah yang melalui Gereja-Nya telah mewajibkan mereka untuk mengikuti Misa, inilah persembahan terbaik yang bisa kita bawa ke dalam Misa untuk dipersembahkan kepada Allah dalam persatuan dengan persembahan Kurban Tubuh dan Darah Kristus, yaitu ketaatan kita.

Ensiklik Leo XIII Tentang Kehadiran dan Kuasa Roh Kudus "Divinum Illud Munus"

Kepada Saudara-saudara Kami yang terhormat, Patriarkh, Primat, Uskupagung, Uskup dan Ordinaris Lokal lainnya yang berada dalam Damai dan Persekutuan dengan Tahta Suci.

Saudara Terhormat, Kesehatan dan Berkat Apostolik.

1. Tugas perutusan ilahi yang diterima Yesus Kristus dari BapaNya untuk kesejahteraan seluruh umat manusia, yang dipenuhiNya dengan sempurna, memiliki tujuan akhir untuk menempatkan manusia kepada kehidupan abadi dan kemuliaan, dan sepanjang peredaran zaman menjaga mereka tetap dekat pada kehidupan rahmat ilahi, yang ditentukan untuk pada akhirnya berbuah dalam kehidupan surgawi. Karenanya, Penyelamat kita tak pernah berhenti untuk mengundang, dengan perhatian yang tak terbatas, semua manusia, dari setiap suku dan bahasa, ke dalam pangkuan GerejaNya: “Datanglah kalian semua kepadaKu,” “Akulah Kehidupan,” Akulah Gembala Baik.” Walaupun begitu, menurut kebijaksanaanNya yang tak terpahami, Ia tidak berkehendak untuk menyelesaikan dan memenuhi semua tugas ini sendiri sementara Ia masih di dunia, tetapi sebagaimana Ia terima dari Bapa, Ia menyerahkan pemenuhannya kepada Roh Kudus. Adalah menghibur untuk mengingat jaminan yang diberikan Kristus kepada tubuh para muridNya sesaat sebelum Ia meninggalkan dunia: “Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Paraclete itu tidak akan datang kepadaMu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu (Yohanes 16:7). Dalam kata-kata ini Ia memberikan alasan utama kepergian dan kembalinya Dia kepada Bapa, manfaat yang paling jelas bagi para muridNya dari kepergian itu adalah kedatangan Roh Kudus, dan pada saat yang sama, Ia membuat jelas bahwa Roh Kudus secara setara diutus- dan karena itu berasal- dari diriNya dan Bapa; dan Roh itu akan memenuhi, tugasNya sebagai Pengantara, Penghibur, dan Guru, karya yang telah dimulai oleh Kristus sendiri dalam hidup duniawiNya. Karena, dalam penebusan dunia ini, penyempurnaan karya itu oleh Penyelenggaraan Ilahi dikhususkan kepada bermacam-macam kuasa yang dimiliki Roh itu, yang dalam penciptaan, “menghiasi langit” (Ayub 26:13) dan “memenuhi seluruh dunia” (Kebijaksanaan 1:7)

2. Sampai sekarang Kami telah berjuang sekuat tenaga, dengan pertolongan rahmatNya, untuk mengikuti teladan Kristus, Penyelamat kami, Gembala Utama, dan Penilik Jiwa kami, dengan menjalankan tugas dariNya yang Ia percayakan kepada Para Rasul dan terutama kepada Petrus “yang kewibawaannya tidak jatuh, bahkan dalam diri para penggantinya yang tak pantas” (St. Leo Agung, Sermon ii, Pada Ulangtahun Terpilihnya). Untuk mencapai tujuan ini Kami telah berketetapan untuk mengarahkan semua usaha Kami dan melakukannya terus-menerus selama masa kepausan Kami yang panjang kepada dua tujuan utama; pada tempat pertama, untuk memulihkan, dalam diri penguasa dan rakyat, prinsip-prinsip hidup Kristen dalam masyarakat sipil dan domestik, karena tidak ada kehidupan sejati untuk manusia kecuali dari Kristus; dan, kedua, untuk mendukung persatuan kembali dari mereka yang telah meninggalkan Gereja Katolik entah karena bidaah atau skisma, karena tanpa diragukan lagi adalah kehendak Kristus bahwa semua harus disatukan dalam satu kawanan dibawah satu Gembala. Tetapi sekarang Kami mendekati hari-hari terakhir hidup Kami, jiwa Kami secara mendalam tergerak untuk mempersembahkan kepada Roh Kudus, yang adalah Cinta yang memberi hidup, semua karya yang telah Kami kerjakan selama masa kepausan Kami, semoga Dia membawanya kepada kesempurnaan dan menghasilkan buahnya. Dan agar kehendak Kami ini dijalankan lebih baik dan lebih sempurna, Kami memutuskan untuk menjelaskan kepada kalian di saat menjelang Pentakosta ini mengenai kehadiran dan kuasa yang menakjubkan dari Roh Kudus; dan cara serta dayaguna tindakanNya baik dalam seluruh tubuh Gereja dan dalam jiwa setiap individu anggotanya, melalui kelimpahan rahmat ilahiNya yang mulia. Dengan tulus kami mengharapkan, sebagai hasil pengajaran kami ini, meningkatnya iman dalam budimu tentang misteri Tritunggal yang terpuji, dan khususnya agar semakin meningkat dan membara kesalehan kepada Roh Kudus, yang kepadaNya secara khusus kita semua berhutang rahmat untuk mengikuti jalan kebenaran dan kebajikan; karena seperti yang dikatakan St. Basilius, “Siapa yang menyangkal bahwa segala keistimewaan berkaitan dengan manusia, yang telah dibuat oleh Allah dan Penyelamat kita yang besar, Yesus Kristus, menurut kebaikan Allah, telah dipenuhi melalui rahmat Roh?” (Tentang Roh Kudus, c. xvi, v. 39).

3. Sebelum Kami masuk ke dalam topik ini, adalah berguna dan sesuai dengan keinginan Kami untuk menyampaikan beberapa kata tentang Misteri Tritunggal Mahakudus. Dogma ini disebut oleh para doktor Gereja sebagai “substansi Perjanjian Baru” maksudnya ialah, yang terbesar dari semua misteri karena misteri ini adalah sumber dan dasar dari semuanya. Untuk mengetahui dan merenungkan misteri ini, diciptakan malaikat di surga dan manusia di bumi. Untuk mengajarkan misteri ini secara lebih penuh, yang ada namun tersamar dalam Perjanjian Lama, Allah sendiri datang dari antara para malaikat untuk manusia: “ Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya” (Yohanes 1 :18). Siapapun yang menulis atau berbicara tentang Tritunggal harus memperhatikan peringatan yang tepat dari Doktor Para Malaikat: “Saat kita berbicara tentang Tritunggal kita harus melakukannya dengan teliti dan rendah hati, karena seperti yang dikatakan oleh St. Agustinus “, tidak ada lagi kesalahan berbahaya dibuat, atau penelitian menjadi lebih sulit, atau penemuan lebih berbuah” (Summ. Th. 1a., q. xxxi. De Trin. 1 1., c.3). Bahaya yang muncul tidak kurang adalah Pribadi Ilahi yang satu dicampurkan dengan yang lain dalam iman atau ibadat, atau satu Hakekat dalam mereka dipisahkan: karena “Inilah Iman Katolik bahwa kita harus menyembah satu Allah dalam Tritunggal dan Tritunggal dalam Kesatuan”. Karenanya pendahulu Kami Innocentius XII, secara tegas menolak petisi dari mereka yang menginginkan pesta khusus untuk menghormati Allah Bapa. Karena, walaupun sejumlah misteri berbeda yang terhubung dengan Sabda yang menjadi daging dirayakan pada hari-hari tertentu, tidak ada pesta khusus apapun dimana Sabda dihormati menurut Kodrat IlahiNya semata. Dan walaupun Pesta Pentakosta telah ditetapkan sejak masa-masa paling awal, namun tidak ditujukan semata untuk menghormati Roh Kudus sendiri, tetapi untuk mengenangkan kedatanganNya, atau misi eksternalNya. Dan semua ini telah ditetapkan dengan bijaksana, agar dalam membedakan Pribadi orang tidak terpancing untuk membedakan Hakekat Ilahi. Lebih lagi Gereja, dengan tujuan memelihara anak-anaknya dalam kemurnian iman, menetapkan Pesta Tritunggal Mahakudus, yang oleh Yohanes XXII diperluas bagi Gereja Universal untuk seterusnya. Dia juga mengizinkan altar-altar dan gereja-gereja didedikasikan kepada Tritunggal Mahakudus, dan dengan persetujuan ilahi, mengakui Ordo untuk Pemeliharaan para Tawanan, yang secara khusus didedikasikan kepada Tritunggal Mahakudus dan memakai namaNya. Banyak fakta meneguhkan kebenaran ini. Penghormatan kepada para malaikat dan para kudus, kepada Bunda Allah, dan kepada Kristus sendiri, akhirnya terarah kepada kehormatan Tritunggal Mahakudus. Dalam doa ditujukan kepada Yang Satu melalui Putera, juga disebutkan yang lainnya; dalam litani-litani setelah Pribadi Ilahi disebut secara khusus dan terpisah, seruan bersama kepada seluruhnya ditambahka: semua mazmur dan himne ditutup dengan doksologi kepada Bapa, Putera dan Roh Kudus; berkat, ritus kudus, dan sakramen disertai atau ditutup dengan seruan kepada Tritunggal Mahakudus. Hal ini sudah dinubuatkan oleh para Rasul dalam kata-kata : “Segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan selama-lamanya!” (Roma 11: 36), dan karenanya menandakan baik Ke-Tritunggal-an Pribadi dan Kesatuan Hakekat: karena hal ini adalah satu dan sama dalam setiap Pribadi, sehingga bagi setiap Pribadi terdapat kemuliaan tertinggi yang setara, sebagaimana kepada Allah yang satu dan sama. St. Agustinus mengomentari kesaksian ini dengan menulis: “Kata-kata Rasul, dari Dia, dan oleh Dia, dan dalam Dia tidak untuk dimengerti secara terpisah; dari Dia mengacu kepada Bapa, melalui Dia kepada Putera, dan dalam Dia kepada Roh Kudus” (De Trin. 1. Vi., c. 10; 1. i., c.6). Gereja secara tepat terbiasa untuk mengenakan kepada Bapa karya keilahian yang berkaitan dengan kuasa surgawi, kepada Putera yang berkaitan dengan kebijaksanaan surgawi, dan cinta surgawi kepada Roh Kudus. Tidak berarti bahwa semua kesempurnaan dan karya eksternal tersebut tidak dimiliki bersama oleh seluruh Pribadi Ilahi; karena “karya dari Tritunggal tidak terbagi, bahkan sama seperti hakekat Tritunggal adalah tidak terbagi” (St. Agustinus., De Trin., 1. 1, cc. 4-5); karena sebagaimana tiga Pribadi Ilahi ini tidak terbagi , maka mereka juga bertindak tanpa terpisah” (St. Agustinus., ib). Tetapi dalam arti tertentu, karya-karya ini dapat diatributkan, atau sebagaimana biasa dikatakan “dikenakan” kepada Satu Pribadi ketimbang yang lain. “Seperti kita melacak kesamaan atau keserupaan yang kita temukan dalam ciptaan untuk menunjukkan manifestasi dari Pribadi Ilahi, juga kita menggunakan atribut esensial mereka; dan manifestasi Pribadi-pribadi melalui atribut essensial mereka disebut ‘penggenaan’ (St. Th. 1a., q. 39, xxxix., a.7). Dengan cara Ini Sang Bapa, yang adalah “dasar seluruh keilahian” (St. Agustinus. De Trin. 1 iv., c. 20) adalah juga penyebab langsung dari segala hal, dari penjelmaan Sabda, dan pengudusan jiwa-jiwa; “dari Dia lah segala sesuatu: dari Dia, mengacu kepada Bapa. Tetapi Putera, Sang Sabda, Gambaran Allah juga adalah penyebab acuan, karena semua ciptaan meminjam bentuk dan keindahan, tatanan dan keselarasan mereka dari Nya. Bagi kita Dia adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup; Pendamai manusia dengan Allah. “Melalui Dia lah segala sesuatu”: Melalui Dia mengacu kepada Putera. Roh Kudus adalah penyebab akhir dari segala sesuatu, karena kehendak dan segala sesuatu yang lain akhirnya memiliki Dia sebagai tujuan akhir mereka, sehingga Dia, yang adalah Kebaikan Ilahi dan Hubungan Cinta antara Bapa dan Putera, memenuhi dan menyempurnakan, dengan KuasaNya yang lembut, karya yang tersembunyi bagi keselamatan abadi manusia. “dalam Dia lah segala sesuatu”: dalam Dia, mengacu kepada Roh Kudus.

4. Setelah menyinggung iman dan penyembahan kepada Tritunggal Mahakudus, yang harus ditingkatkan lebih dan lebih lagi diantara orang-orang Kristen, sekarang Kami beralih untuk menjelaskan kuasa Roh Kudus. Dan, pertama-tama, kita harus memandang kepada Kristus, Pendiri Gereja dan Penebus bangsa manusia. Diantara semua tindakan eksternal Allah, yang tertinggi dari semuanya adalah misteri Penjelmaan Sabda, yang didalamnya kegemilangan kesempurnaan ilahi bersinar begitu terang sehingga tidak dapat dibayangkan apa lagi yang lebih mengagumkan darinya, dan tidak ada lagi yang dapat lebih menyelamatkan bagi umat manusia. Sekarang karya ini, walaupun merupakan milik keseluruhan Tritunggal, namun tetap dikenakan secara khusus kepada Roh Kudus, sehingga Injil berbicara tentang Perawan yang Terberkati: “Dia ditemukan mengandung anak dari Roh Kudus,” dan “anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus” (Matius 1: 18, 20). Dan hal ini secara tepat dikenakan kepadaNya yang adalah cinta Bapa dan Putera, karena “misteri saleh yang agung” (1 Timotius 3:16) ini berasal dari cinta Allah yang tak terbatas bagi manusia, seperti dikatakan St. Yohanes: “Allah begitu mencintai dunia ini sehingga Ia memberikan PuteraNya yang Tunggal” (Yohanes 3: 16). Lebih lagi, karena melaluiNya kodrat manusia diangkat ke dalam persatuan pribadi dengan Sabda, dan kelayakan ini diberikan, bukan berdasarkan jasa apapun, tapi seluruhnya dan secara mutlak melalui rahmat, dan secara khusus melalui rahmat istimewa Roh Kudus. Pada titik ini St. Agustinus menulis: “Cara yang dengannya Kristus dikandung dari Roh Kudus, menunjukkan kepada kita rahmat Allah, dimana manusia tidak memiliki jasa yang mendahului, sejak saat pertama keberadaannya, telah disatukan dengan sabda Allah, dengan persatuan pribadi yang begitu intim, sehingga Dia, yang adalah Putera Manusia, juga adalah Putera Allah, dan Dia yang adalah Putera Allah juga adalah Putera Manusia” (Enchir., c. xl. St. Th., 3a., q. xxxii., a. 1). Melalui karya Roh Kudus, bukan saja pengandungan Kristus yang dipenuhi, tetapi juga pengudusan JiwaNya, yang oleh Kitab Suci, disebut pengurapanNya (Kisah Para Rasul 10: 38). Karenanya semua tindakannya “dilakukan dalam Roh Kudus” (St. Basil de Sp. S., c. xvi), dan secara khusus kurban diriNya sendiri: “Kristus, oleh Roh Kudus, mempersembahkan diriNya tanpa noda kepada Allah” (Ibrani 9: 14). Dengan memperhatikan semua ini tak seorangpun heran karena semua rahmat Roh Kudus dicurahkan ke dalam jiwa Kristus. Dalam Dia berdiam kepenuhan rahmat, dengan cara terbesar dan paling berdaya guna; dalam Dia terdapat semua harta kebijaksanaan dan pengetahuan, rahmat yang diberikan dengan bebas (gratis datae), kebajikan, dan semua anugerah yang disebutkan dalam nubuat Yesaya (Yesaya 11;2, 61:1), dan juga ditandai dengan merpati ajaib yang muncul di Yordan, saat Kristus, dengan PembaptisanNya, menguduskan airnya untuk Perjanjian Baru. Tentang kata-kata ini sangat tepat untuk mengutip St. Agustinus: “Adalah bodoh untuk mengatakan bahwa Kristus menerima Roh Kudus saat Dia telah berusia 30 tahun, karena Dia datang untuk dibaptis tanpa dosa, dan karenanya tidak tanpa Roh Kudus. Pada saat itu (saat Dia dibaptis), Dia berkenan menjadi pratanda bagi GerejaNya, yang di dalam Gereja itu orang yang dibaptis menerima Roh Kudus” (De. Trin. 1., xv., c. 26). Karenanya, melalui penampakan jelas Roh Kudus atas Kristus dan dengan kuasaNya yang terlihat dalam jiwaNya, misi ganda Roh Kudus terselebung, yaitu, Misi lahiriah dan terlihatNya dalam Gereja, dan rahasia kediamanNya dalam jiwa orang yang dibenarkan.

5. Gereja, yang telah dikandung, berasal dari sisi Adam kedua dalam tidurNya di Salib, pertama kali menunjukkan dirinya pada hari raya Pentakosta. Pada hari itu Roh Kudus mulai memanifestasikan anugerahNya dalam Tubuh Mistik Kristus, yaitu melalui pencurahan ajaib yang sebelumnya telah dinubuatkan Nabi Yoel (2: 28-29), karena Sang Paraclete “duduk atas para Rasul sebagai mahkota rohani yang ditempatkan di atas kepala mereka dalam bentuk lidah api” (S. Sirilius Hier. Catech. 17). Kemudian para Rasul “turun dari gunung,” seperti ditulis oleh St. Yohanes Chryostomus “tidak seperti Musa yang membawa loh batu di tangannya, tetapi membawa Roh dalam budi mereka, dan mencurahkan harta dan sumber ajaran dan rahmat (In Matt. Hom. 1., 2 Cor. Iii, 3). Dengan itu dipenuhilah janji terakhir Kristus kepada Para RasulNya untuk mengutus Roh Kudus, untuk memenuhi, dan kemudian, memateraikan harta pusaka ajaran yang dipercayakan kepada mereka dibawah inspirasiNya. “Masih banyak hal yang harus Ku katakan kepadaMu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya; tetapi apabila Dia datang, Roh Kebenaran, Ia akan mengajar kamu semua kebenaran” (Yohanes 16: 12-13). Karena Dia yang adalah Roh Kebenaran, adalah juga Dia yang berasal baik dari Bapa, yang adalah kebenaran abadi, dan dari Putera, yang adalah kebenaran hakiki, menerima dari keduaNya hakekat dan kepenuhan semua kebenaran. Kebenaran ini Ia sampaikan kepada GerejaNya, dijagaiNya Gereja itu dengan bantuan penuh kuasa sehingga tak pernah jatuh dalam kesesatan, dan dibantuNya Gereja untuk meningkatkan secara lebih dan lebih lagi dari hari ke hari benih ajaran ilahi dan untuk membuatnya berbuah bagi kesejahteraan semua orang. Dan karena untuk kesejahteraan orang-orang, Gereja telah didirikan, secara mutlak tugas ini harus berlanjut untuk selama-lamanya, maka Roh Kudus secara kekal menyalurkan hidup dan kekuatan untuk memelihara dan meningkatkan perkembangan Gereja.

6. Oleh Dia para Uskup ditetapkan, dan melalui pelayanan mereka dipergandakanlah bukan hanya anak-anak, tetapi juga para ayah- yaitu, para imam- untuk memerintah dan memberi makan Gereja dengan Darah Kristus yang telah menebus Gereja. “Roh Kudus telah menempatkan kamu sebagai Uskup untuk menggembalakan Gereja Allah yang diperolehNya dengan Darah PuteraNya sendiri” (Kisah Para Rasul 20: 28). Dan baik Uskup dan Imam, dengan anugerah ajaib dari Roh, memiliki kuasa untuk mengampuni dosa, menurut kata-kata Kristus kepada Rasul: Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya akan diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yohanes 20: 22-23). Bahwa Gereja adalah lembaga ilahi tampak jelas terbukti dari kegemilangan dan kemuliaan anugerah-anugerah dan rahmat yang menghiasinya, yang pencipta dan pemberinya adalah Roh Kudus. Maka cukuplah untuk menyatakan bahwa, sebagaimana Kristus adalah Kepala Gereja, maka Roh Kudus adalah jiwanya. “Sebagaimana jiwa dalam tubuh kita, begitulah Roh Kudus dalam Tubuh Kristus, yaitu Gereja” (St. Agustinus., Serm. 187, de Temp.). Demikianlah, agar tidak lebih jauh dan lebih penuh lagi “manifestasi pewahyuan Roh Ilahi” dibayangkan atau diharapkan; karena apa yang ada dalam Gereja sekarang adalah kemungkinan yang paling sempurna, dan akan tetap begitu sampai Gereja sendiri, menyelesaikan jalan perjuangannya, dan diangkat ke dalam sukacita para kudus yang berjaya di surga.

7. Cara dan tingkat kehadiran karya Roh Kudus dalam jiwa pribadi tidaklah kurang indah, walaupun lebih sulit untuk dijelaskan, karena hampir seluruhnya tidak terlihat. Pencurahan Roh itu begitu melimpah, sehingga Kristus sendiri, yang dariNya lah seluruh anugerah itu berasal membandingkannya dengan sungai yang mengalir, seperti kata-kata St. Yohanes: “ Dia yang percaya kepadaKu, seperti kata Kitab Suci : Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup” yang tentang ini kesaksian Penginjil menambahkan keterangan: “Yang dimaksudkanNya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepadaNya” (Yohanes 7: 38-39). Adalah benar bahwa dalam diri orang benar yang hidup sebelum Kristus, Roh Kudus berdiam melalui rahmat, sebagaiamana kita baca dalam Kitab suci mengenai para nabi, Zakaria, Yohanes Pembaptis, Simeon dan Hanna; sehingga para hari Pentakosta Roh Kudus tidak menyalurkan diriNya seperti “untuk pertama kalinya mulai berdiam dalam diri orang kudus, tetapi dengan mencurahkan diriNya secara lebih melimpah; Ia memahkotai, bukan memulai anugerahNya; bukan memulai karya baru, tetapi memberi secara lebih melimpah” (St. Leo Agung, Hom. Iii., de Pentec.). Tetapi jika mereka juga terhitung anak-anak Allah, mereka itu berada dalam keadaan seperti hamba, karena “selama mereka masih berstatus anak-anak mereka tidak berbeda dari hamba, yaitu beraa dibawah perwalian dan pengawasan” (Galatia 4: 1,2). Lebih lagi tidak hanya keadilan mereka berasal dari jasa Kristus yang akan datang, tetapi komunikasi Roh Kudus setelah Kristus juga lebih berlimpah, sebagaimana harga melampaui nilai yang sebenarnya dan kenyataan melampaui bayangan. Karena itulah St. Yohanes menyatakan: “Sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan” (Yohanes 7: 39). Maka, segera setelah Kristus “naik ke tempat tinggi,” masuk ke dalam kemuliaan KerajaanNya yang dimenangkanNya dengan perjuangan berat, Dia dengan melimpah-ruah mencurahkan harta Roh Kudus: “Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia” (Efesus 4: 8). Karena “ pemberian atau pengutusan Roh Kudus setelah pemuliaan Kristus tidak pernah seperti sebelumnya; bukan karena sebelumnya tidak pernah diberikan tetapi tidak pernah diberikan secara demikian” (St. Agustinus., De Trin., 1. iv. c. 20).

8. Kodrat manusia adalah hamba Allah karena kebutuhan: “Ciptaan adalah hamba, kita adalah hamba Allah karena kodrat” (St. Sirilius Alex. Thesaur.1. v., c. 5). Bagaimanapun, karena dosa asal, seluruh kodrat kita telah jatuh ke dalam kesalahan dan kehinaan sehingga kita telah menjadi musuh Allah. “Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai” (Efesus 2:3). Tidak ada kuasa apapun yang dapat mengangkat dan membebaskan kita dari kekacauan dan pemusnahan abadi. Tetapi Allah, Pencipta manusia yang belaskasihNya tak terbatas, melalui PuteraNya yang Tunggal, yang melalui jasaNya membawa pemulihan derajat dan harkat manusia yang telah jatuh, dan masih menghiasi manusia dengan rahmat yang lebih melimpah. Tidak satupun yang dapat mengungkapkan kebesaran karya rahmat ilahi didalam diri manusia ini. Karena itu baik di dalam Kitab suci maupun dalam tulisan para bapa, manusia disebut sebagai telah dilahirkan kembali, ciptaan baru, peng-ambil bagian dalam Kodrat Ilahi, anak-anak Allah, serupa dengan Allah, dan sebutan-sebutan lain yang serupa. Sekarang berkat-berkat luar biasa ini secara tepat dikenakan atau secara khusus berasal dari Roh Kudus. Dia adalah “Roh yang mengangkat kita menjadi anak, sehingga kita dapat berseru: Abba, Bapa.” Dia memenuhi hati kita dengan kemanisan cinta kebapaan: “Roh sendiri memberi kesaksian kepada roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah” (Roma 8: 15-16). Kebenaran ini serupa dengan yang diamati oleh doktor Malaikat mengenai karya Roh Kudus; karena melalui Dia “Kristus dikandung dalam kekudusan untuk menjadi Anak Allah karena kodrat,” dan “yang lainnya dikuduskan untuk menjadi anak Allah karena pengangkatan” (St. Th. 3a, q. xx ii., a. 1). Kelahiran rohani ini berasal dari cinta yang jauh lebih mulia daripada cinta kodrati: yaitu, dari Cinta yang tidak tercipta.

9. Permulaan dari kelahiran baru dan pemulihan manusia adalah Baptisan. Dalam sakramen ini ketika roh najis diusir dari jiwa, Roh Kudus memasukinya dan membuatnya serupa dengan diriNya. “Apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh” (Yohanes 3: 6). Roh yang sama juga memberikan diriNya secara lebih melimpah dalam Krisma, menguatkan dan meneguhkan hidup Kristen; yang darinya mengalirlah kemenangan para martir dan kejayaan para perawan mengatasi godaan dan kebobrokan. Kami telah mengatakan bahwa Roh Kudus memberi diriNya sendiri: “cinta kasih Allah dicurahkan kedalam hati kita oleh Roh Kudus yang diberikan kepada kita” (Roma 5: 5). Karena Ia tidak hanya memberikan kepada kita anugerah-anugerah ilahiNya tetapi juga Sumbernya dan itu adalah DiriNya sendiri sang Anugerah tertinggi, yang berasal dari hubungan cinta Bapa dan putera, yang secara tepat diimani dan disebut sebagai “Anugerah Allah Mahatinggi”. Untuk menunjukkan hakekat dan dayaguna anugerah ini adalah baik untuk mengulang kembali penjelasan yang diberikan oleh para doktor Gereja tentang sabda Kitab Suci. Mereka mengatakan bahwa Allah hadir dan ada dalam segala sesuatu, “dengan KuasaNya, karena semua hal adalah subyek bagi kekuasaanNya; dengan kehadiranNya, karena semua hal telanjang dan terbuka bagi mataNya; dengan hakekatNya, sebagaimana Ia hadir bagi semua sebagai penyebab keberadaan mereka” (St. Th. Ia, q. viii., a. 3). Tetapi Allah dalam diri manusia, bukan hanya seperti Ia berada didalam hal-hal yang tidak berjiwa, tetapi karena Ia lebih diketahui dan dicintai oleh manusia, karena bahkan oleh kodrat kita secara spontan mencintai, menginginkan, dan mencari segala yang baik. Lebih lagi, karena rahmat Allah berdiam di dalam jiwa orang benar seperti didalam kuil, dengan cara yang teramat intim dan istimewa . Dari sini muncullah persatuan cinta yang melaluinya jiwa dibawa semakin mendekat kepada Allah, sedemikian sehingga lebih daripada persatuan antara teman yang paling dicintai dan mencintainya, dan jiwa tersebut menikmati Allah dalam segala kepenuhan dan kemanisan. Persatuan yang amat indah ini, secara tepat disebut sebagai “berdiam,” dan hanya berbeda dalam derajat atau tingkatan dari dialami Allah dengan para kudusNya di surga, walaupun persatuan ini secara jelas dihasilkan oleh kehadiran seluruh Tritunggal Kudus- “Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia,” (Yohanes 14:23)- namun dikenakan dengan cara yang istimewa kepada Roh Kudus. Karena, sementara jejak kuasa dan kebijaksanaan ilahi nampak dalam manusia yang cela, namun cinta kasih, yang merupakan tanda khusus Roh Kudus, dibagikan hanya kepada orang-orang benar. Sejalan dengan ini, Roh yang sama disebut Kudus,, karena Dia, adalah Cinta pertama dan tertinggi, menggerakan jiwa dan menuntunnya kepada kekudusan, yang akhirnya termasuk dalam cinta kepada Allah. Karenanya ketika Rasul menyebut kita Bait Allah, ia tidak segera menyebutkan Bapa atau Putera atau Roh Kudus: “Tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah Bait Roh Kudus, yang diam di dalam kamu, yang kamu peroleh dari Allah?” (1 Korintus 6: 19). Kepenuhan anugerah-anugerah ilahi dalam banyak cara adalah konsekuensi dari berdiamnya Roh Kudus dalam jiwa orang benar. Karena, seperti St. Thomas mengajar “Karena Roh Kudus muncul sebagai cinta, Dia muncul dalam karakter dari anugerah pertamaNya; itulah sebabnya Agustinus berkata bahwa melalui anugerah yaitu Roh Kudus, banyak anugerah-anugerah khusus lainnya dibagikan diantara anggota Kristus” (Summ. Th., 1a. q. xxxviii., a. 2. St. Agustinus. De Trin., xv., c. 19). Diantara anugerah-anugerah ini adalah peringatan-peringatan dan ajakan rahasia, yang dari waktu ke waktu dibisikkan dalam hati dan pikiran kita melalui inspirasi Roh Kudus. Tanpa hal-hal ini tidak ada permulaan hidup yang baik, tidak ada kemajuan, dan orang tidak dapat tiba pada keselamatan abadi. Dan karena kata-kata dan nasehat ini disampaikan dalam jiwa dengan cara yang teramat rahasia, maka bisikan ini beberapa kali dalam Kitab Suci diperbandingkan dengan hembusan angin sepoi-sepoi, dan Doktor Malaikat menyamakan mereka dengan detak jantung yang sepenuhnya tersembunyi dalam tubuh yang hidup. “Jantungmu jelas memiliki kekuatan tersembunyi, dan karenanya Roh Kudus, yang secara tak terlihat menghidupkan dan menyatukan Gereja, diperbandingkan dengan jantung.” (Summ. Th. 3a, q. vii., a. 1, ad3). Lebih daripada ini, orang benar, yaitu mereka yang menjalani hidup dalam kehidupan rahmat dan bertindak dengan kebajikan yang cocok dengan kemampuan mereka, membutuhkan tujuh karunia yang secara tepat dikenakan kepada Roh Kudus. Melalui tujuh karunia tersebut jiwa dilengkapi dan dikuatkan agar dapat lebih mudah mematuhi dengan segera suaraNya dan dorongan dariNya. Begitu bermanfaatnya karunia-karunia ini sehingga mereka menuntun orang kepada tingkat tertinggi kekudusan; dan begitu sempurnanya karunia-karunia ini sehingga mereka tetap berlanjut di surga walaupun dengan cara yang lebih sempurna. Karena anugerah-anugerah ini jiwa begitu terpesona dan didorong untuk mencari dan memperoleh kebahagiaan injil, yang, seperti bunga yang mekardi musim semi, adalah tanda dan awal dari kebahagiaan abadi. Akhirnya adalah buah-buah yang terberkati, yang diurutkan oleh Rasul (Galatia 5: 22), yang bahkan dalam kehidupan fana ini dihasilkan oleh Roh dan dinampakkan dalam diri orang benar; buah-buah ini dipenuhi dengan semua kemanisan dan sukacita karena mereka berasal dari Roh, “yang ada dalam Trinitas, kemanisan baik Bapa dan Putera, memenuhi semua ciptaan dengan kepenuhan dan kelimpahan tak terhingga” (St. Agustinus. De Trin. 1. vi., c. 9). Roh Ilahi, berasal dari Bapa dan sabda dalam cahaya kekal kekudusan, Dia sendiri adalah Cinta dan Anugerah, setelah menampakkan diriNya melalui selubung tanda-tanda dalam Perjanjian Lama, mencurahkan seluruh kepenuhanNya atas Kristus dan atas Tubuh MistikNya, Gereja; dan dengan kehadiran dan rahmatNya memanggil kembali, manusia yang pergi dalam kejahatan dan kebobrokannya, dengan akibat yang menyelamatkan, yaitu manusia itu tidak lagi menjadi makhluk duniawi, mereka menikmati dan mencari hal lain, menjadi yang surgawi.

10. Kebenaran yang mendalam ini, yang dengan begitu jelas menunjukkan tak terbatasnya kebaikan Roh Kudus kepada kita, secara pasti menuntut bahwa kita harus memberikan cinta dan devosi kita yang tertinggi kepadaNya. Orang-orang Kristen dapat melakukan hal ini dengan cara yang paling efektif jika kita setiap hari berjuang untuk mengenal Dia, mencintai Dia, dan berdoa kepadaNya secara lebih mendalam lagi; karena alasan-alasan ini semoga anjuran Kami yang mengalir secara spontan dari hati kebapaan, mencapai telinga orang-orang Kristen. Mungkin pada saat ini masih ada diantara orang-orang Kristen yang walaupun telah menerima Roh Kudus namun mempertanyakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh sebagian orang pada zaman Rasul St. Paulus: “Kami bahkan belum pernah mendengar, bahwa ada Roh Kudus” (Kisah Para Rasul 19: 2). Setidaknya ada diantara mereka yang sangat kurang dalam menjalankan agama mereka, dan iman mereka berada dalam kegelapan yang cukup pekat. Karena itu semua pengkhotbah dan mereka yang ambil bagian dalam pemeliharaan jiwa-jiwa mengingat bahwa adalah tugas mereka untuk mengajar umat mereka secara lebih tekun dan lebih penuh mengenai Roh Kudus- bagaimanapun juga, hal ini harus dijalankan sedemikian dengan menghindari kesulitan dan masalah yang sulit untuk menghindari kebodohan berbahaya dari mereka yang memikirkan misteri ilahi secara sembarangan. Apa yang harus secara utama ditekankan dan diterangkan dengan jelas adalah betapa banyak dan besarnya anugerah yang telah diberikan, dan secara tetap diberikan, kepada kita oleh Pemberi Ilahi., sehingga kesalahan-kesalahan dan ketidaktahuan mengenai hal itu dapat seluruhnya disingkirkan, karena ketidaktahuan semacam itu tidak patut bagi “anak-anak terang”. Kami mendorong hal ini, bukan hanya karena hal ini berkaitan dengan misteri yang melaluinya kita secara langsung dibawa kepada kehidupan kekal, dan yang karenanya harus diimani dengan teguh; tetapi juga agar secara lebih jelas dan lebih penuh yang baik dikenal dan semakin dicintai dengan tulus. Sekarang kita harus memberikan kepada Roh Kudus, seperti yang Kami sebutkan dalam urutan kedua, cinta, karena Dia adalah Allah: “Cintailah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu” (Ulangan 6: 5). Dia juga harus dicintai karena Dialah Cinta yang hakiki, abadi, dan mendahului segalanya, dan tidak ada yang dapat lebih dicintai selain cinta itu sendiri. Dan semua ini berlaku lebih lagi karena Dia telah melimpahi kita dengan anugerah-anugerah terbesar, yang memberi kesaksian baik kemurahan Pemberi dan kewajiban bersyukur dari penerimanya. Cinta ini memiliki dua sisi yang paling mencolok. Pada tempat pertama ia akan mendorong kita untuk memperoleh setiap hari pengetahuan yang lebih jelas tentang Roh Kudus; karena seperti dikatakan oleh Doktor Malaikat, “pencinta tidak puas dengan pengetahuan yang sekedar kulitnya saja mengenai yang dicintainya, tetapi berjuang untuk memperoleh secara lebih mendalam semua yang berkaitan dengan yang dicintainya, dan karena ini masuk kepada apa yang ada didalamnya, dalam kaitannya dengan Roh Kudus, yang adalah Cinta Allah, Ia menyelidiki bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah” (1 Korintus 2: 10; Summ. Theol., 1a. 2ae., q. 28, a2). Pada tempat yang kedua cinta ini akan memperoleh bagi kita secara lebih melimpah lagi pemberian anugerah-anugerah surgawi; karena sementara hati yang sempit menutup tangan Sang Pemberi, hati yang bijak dan penuh syukur membuka tangan itu lebih luas. Karenanya kita harus berjuang agar cinta ini harus sedemikian mendalam sehingga tidak menjadi sekedar spekulasi yang kering atau pengamalan yang lahiriah belaka, tetapi diarahkan kepada tindakan, dan secara khusus menjauhi dosa, yang secara istimewa menyakiti Roh Kudus. Karena apapun kita, kita menjadi demikian karena kebaikan ilahi; dan kebaikan ini secara khusus dikenakan kepada Roh Kudus. Pendosa menyerang Pendermanya sendiri, menyalahgunakan anugerahNya; dan mengambil keuntungan dari kebaikanNya dengan semakin mengeraskan diri dalam dosa hari demi hari. Sekali lagi, karena Dia adalah Roh Kebenaran, siapapun yang bersalah karena kelemahan atau ketidaktahuannya mungkin mendapatkan beberapa kelonggaran di hadapan Allah yang mahakuasa; tetapi dia yang menolak kebenaran dengan sengaja dan berbalik kepadanya, telah berbuat dosa amat berat menentang Roh Kudus. Pada hari-hari ini dosa telah menjadi begitu sering dan masa kegelapan yang dikatakan oleh St. Paulus, dimana manusia telah buta terhadap penghakiman Allah yang adil, menukar kesalahan dengan kebenaran, dan mempercayai “pangeran dunia ini,” yang adalah pendusta dan bapa segala dusta sebagai guru kebenaran: “Allah akan mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta (2 Tessalonika 2: 11). Pada hari-hari terakhir sebagian akan murtad dari iman, dan mempercayai roh-roh penyesat dan ajaran-ajaran setan (1 Timotius 4: 1)”. Tetapi karena Roh Kudus, seperti yang telah Kami katakan, berdiam di dalam kita seperti di dalam baitNya, Kami harus mengulangi peringatan Rasul: “Jangan kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memateraikan kamu” (Efesus 4: 30). Juga tidak cukup hanya dengan menjauhi dosa; tetapi setiap orang Kristen harus bersindar dengan kegemilangan kebajikan untuk menyenangkan Tamu Jiwa yang begitu agung dan murah hati itu; dan pertama-tama dengan kemurnian dan kesucian, karena hal yang murni dan suci pantas untuk sebuah Bait. Karenanya Rasul mengatakan: “Tidak tahukan kamu bahwa kamu adalah Bait Allah dan Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan Bait Allah, Allah akan membinasakan dia. Karena Bait Allah adalah kudus, dan Bait Allah itu adalah kamu” (1 Korintus 3: 16-17); peringatan yang mengerikan namun adil.

11. Akhirnya, kami hendak berdoa dan berseru kepada Roh Kudus, karena setiap kita sangat membutuhkan perlindungan dan bantuanNya. Karena semakin manusia tidak bijaksana., lemah, dan tertekan masalah, condong kepada dosa, semakin ia butuh terbang bersama Dia yang merupakan sumber tak pernah habis dari cahaya, kekuatan, penghiburan, dan kekudusan. Dan terutama pertolongan pertama yang dibutuhkan manusia, pengampunan dosa, harus dicari dariNya: “Adalah karakter istimewa Roh Kudus bahwa Dia adalah Anugerah Bapa dan Putera. Sekarang pengampunan semua dosa diberikan oleh Roh Kudus sebagai Anugerah Allah” (Summ. Th. 3a, q. iii., a. 8, ad3m). Tentang Roh ini kata-kata Liturgi sangat jelas: “Karena Ia adalah pengampunan semua dosa” (Missale Romanum, Kamis setelah Pentakosta). Bagaimana kita harus berseru kepadaNya telah diajarkan dengan jelas oleh Gereja, yang berbicara kepadaNya dalam kerendahan sembah bakti, menyebutNya dengan nama-nama termanis: “Datanglah, Bapa orang miskin! Datanglah Pemberi Anugerah! Datanglah, cahaya hati kami! Oh Penghibur yang ulung, Tamu jiwaku yang manis, kesegaran kami!” (Himne Veni Sancte Spiritus). Gereja dengan tulus memohon kepadaNya untuk membasuh, menyembuhkan, mencuci pikiran dan hati kita, dan untuk memberi kepada kita yang percaya kepadaNya “ganjaran kebajikan, perolehan keselamatan, dan sukacita tak henti.” Tidak dapat diragukan dengan cara apapun bahwa Dia akan mendengarkan doa semacam itu karena kita membaca dalam kata-kata yang diinspirasikanNya sendiri: “Roh sendiri berdoa untuk kita dengan keluhan yang tak terkatakan” (Roma 8: 26). Akhirnya, kita dapat dengan yakin dan terus-menerus memohon kepadaNya untuk menerangi kita setiap hari lebih dan lebih lagi dengan cahayaNya dan membakar kita dengan cinta kasihNya; agar, dengan disemangati oleh iman dan kasih, kita dapat terus melangkah maju menuju ganjaran abadi kita, karena Dia “jaminan bagian kita” (Efesus 1; 14).

12. Jadi, Saudara Terhormat, inilah pengajaran dan anjuran yang Kami pandang baik untuk sampaikan, dalam rangka meningkatkan devosi kepada Roh Kudus. Kami tidak ragu, bahwa terutama karena kerajinan dan ketulusanmu, pengajaran kami ini akan menghasilkan buah berlimpah diantara orang-orang Kristen. Kami sendiri, di masa mendatang, tidak akan melalaikan diri untuk bekerja mewujudkan tujuan yang amat penting ini; bahkan adalah kehendak Kami, dengan cara apapun yang kelihatan cocok, untuk lebih jauh lagi mendorong dan memperluas karya kesalehan yang mengagumkan ini. Sementara, dua tahun lalu, dalam surat Kami Provida Matris, Kami merekomendasikan kepada orang-orang Katolik doa-doa khusus pada Pesta Pentakosta untuk persatuan kembali dunia Kristen, sekarang Kami ingin untuk menetapkan dekrit yang lebih jauh lagi mengenai subyek yang sama.

13. Dari sebab itu, Kami menetapkan dan memerintahkan agar di seluruh Gereja Katolik, mulai tahun ini dan tahun-tahun selanjutnya, harus diadakan suatu Novena yang berlangsung sebelum Minggu Pentakosta, di semua gereja-gereja paroki, dan jika oleh Ordinaris Lokal, dipandang cocok, juga di gereja-gereja dan tempat doa lainnya. Bagi semua yang ambil bagian dalam Novena ini dan dengan tekun berdoa untuk intensi Kami, Kami memberikan untuk setiap harinya Indulgensi tujuh tahun dan tujuh kali empat puluh tahun; lebih lagi, Indulgensi Penuh pada hari apapun dalam Novena tersebut, atau pada Minggu Pentakosta itu sendiri, atau pada hari apapun selama Oktaf Pentakosta; bagi mereka yang menerima Sakramen Tobat dan Ekaristi Kudus, serta dengan tekun berdoa bagi intensi Kami. Kami juga ingin agar mereka yang dengan alasan sah terhalang mengikuti Novena, atau mereka yang berada di tempat-tempat dimana menurut Ordinaris devosi ini tidak dapat dijalankan di dalam gedung gereja, dapat menikmati manfaat yang sama, asalkan mereka mengadakan Novena secara pribadi dan mematuhi kondisi-kondisi yang lain. Lebih lagi, Kami berkenan untuk memberikan, untuk selama-lamanya, dari Perbendaharaan Harta Gereja, kepada siapapun yang selama Oktaf Pentakosta sampai Hari Minggu Trinitas, mempersembahkan sekali lagi baik secara pribadi maupun publik doa-doa apapun, menurut devosi mereka, kepada Roh Kudus, dan memenuhi kondisi-kondisi diatas, dapat memperoleh Indulgensi yang sama untuk kedua kalinya. Kami juga mengizinkan bahwa semua Indulgensi ini dapat dipersembahkan untuk membantu jiwa-jiwa di Api Penyucian.

14. Dan sekarang pikiran dan hati Kami terarah kepada harapan-harapan yang telah Kami sampaikan di awal, dan yang bagi pemenuhannya Kami dengan tekun berdoa, dan akan terus berdoa, kepada Roh Kudus. Kalian pun Saudara Terhormat, satukanlah doa-doamu dengan kami, dan biarlah karena pengajaranmu semua orang Kristen menambahkan doa-doa mereka juga, menyerukan bantuan doa yang penuh kuasa dan selalu diterima dari Perawan Terberkati. Kamu tahu dengan baik hubungan yang sangat mendalam dan indah antara Sang Perawan dengan Roh Kudus, sehingga ia disebut dengan tepat sebagai Mempelai Roh Kudus. Bantuan Doa Perawan Terberkati sangat besar baik dalam misteri Penjelmaan dan kedatangan Roh Kudus atas Para Rasul. Semoga dia tetap menguatkan doa-doa kita dengan penderitaannya, dan di tengah semua tekanan dan masalah bangsa-bangsa, keajaiban ilahi dibangkitkan oleh Roh Kudus, seperti telah dinyatakan dalam kata-kata Daud; “Apabila Engkau mengirim RohMu mereka tercipta, dan Engkau membarui muka bumi” (Mazmur 104: 30).

15. Sebagai tanda perkenanan Ilahi dan kesaksian cinta Kami, dengan senang hati Kami memberikan dalam nama Tuhan, Berkat Apostolik, kepada kalian, para imam kalian, dan seluruh umat kalian.

Diberikan di Basilika St. Petrus di Roma, pada tanggal 9 Mei dalam tahun ke 1897 sejak kedatangan Tuhan, tahun ke 20 masa Kepausan Kami.

LEO P.P. XIII

Terjemahan ini dipersembahkan kepada Roh yang telah menjiwai semua orang kudus dan menghantar mereka kepada kemuliaan abadi.

Diterjemahkan dari teks bahasa inggris yang dimuat di situs Eternal Worldwide Television Network ( http://www.ewtn.com).